DEMOCRAZY.ID - Juru Bicara PKS, Muhammad Iqbal turut berkomentar soal perdebatan yang terjadi antara Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dengan Anggota Fraksi PKS DPR RI Iskan Qolba Lubis dalam sidang paripurna terkait pengesahan RUU KUHP pada Selasa (6/12/2022) kemarin.
Ia menilai bahwa Iskan Qolba Lubis telah mendapatkan perlakuan tidak demokratis saat melalukan interupsi di sidang paripurna DPR.
Pada saat sidang Dasco sendiri bertindak sebagai pimpinan sidang.
"Memotong pembicaraan dan tidak memberi waktu sesuai aturan adalah tindak yang tidak etis, tidak demokratis dan melanggar peraturan tata tertib DPR. Kalau Anggota DPR saja dalam rapat sudah dibatasi berbicara, bagaimana dengan rakyat," kata Iqbal kepada wartawan, Rabu (7/12/2022).
Menurutnya, Iskan dalam sidang itu hanya menyampaikan tambahan catatan tertulis dari Fraksi PKS terkait penolakan pasal 240 RKUHP tentang penghinaan kepada pemerintah atau lembaga negara di muka umum bisa dipidana maksimal penjara 1 tahun dan 6 bulan.
Ia menyebut berdasarkan aturan, jika anggota DPR RI dalam Peraturan DPR RI nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, pasal 257 menyebutkan bahwa setiap anggota diberi waktu untuk bicara atau mengajukan pertanyaan paling lama 3 menit dan 5 menit bagi juru bicara.
Iqbal meminta agar kejadian ini jangan sampai terulang kembali di kemudian hari. Ia menilai, tindakan Dasco selaku pimpinan sidang bertentangan dengan demokrasi.
Apalagi, kata dia, Iskan Qolba sedang menyampaikan penolakan FPKS tentang pasal penghinaan presiden yang mengancam demokrasi Indonesia.
"Itu mengancam demokrasi kita. Harus dikoreksi bersama," pungkasnya.
Teriak Diktator ke Pimpinan DPR
Sebelumnya, perdebatan sempat terjadi dalam sidang Paripurna DPR RI terkait pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP atau RUU KUHP di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Perdebatan itu terjadi antara Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad selaku pimpinan sidang dengan Anggota DPR RI fraksi PKS Iskan Qolba Lubis.
Awalnya sebelum RUU KUHP disahkan fraksi PKS diberikan kesempatan menyampaikan catatannya terhadap RUU tersebut. Hal itu diberikan oleh Dasco.
Kemudian Iskan menyampaikan catatannya, bahwa fraksi PKS masih punya dua catatan terhadap RUU ini.
Pertama, Pasal 240 yang menyebutkan yang menghina pemerintah dan lembaga negara dihukum 3 tahun.
"Ini pasal karet yang akan nenjadikan negara Indonesia dari negara demokrasi menjadi negara monarki saya meminta agar pasal ini dicabut dan kemarin juga mahasiswa sudah demo di depan," kata Iskan dalam rapat.
Belum lagi, kata dia, Pasal 218 soal penghinaan atau penyerangan terhadap hatkat martabat presiden dan wakil presiden.
Menurutnya, di semua negara rakyat harus mengkritik pemerintahnya.
"Rakyat itu harus mengkritik pemerintahnya tidak ada yg tidak punya dosa hanya para nabi. Presiden harus dikiritik saya meminta, saya akan ajukan ke MK pasal ini, saya wakil rakyat saya tidak penting sudah diputuskan di sana tak penting," ungkapnya.
Kemudian Dasco selaku pimpinan sidang menyela pembicaraan Iskan dengan menyebut jika fraksi PKS sebenarnya sudah menyetujui RUU KUHP pada tingkat I.
Iskan tak terima merasa dirinya berhak biacara sebagai wakil rakyat.
"Saya wakil rakyat," kata Iskan.
"Catatan sudah kita terima," jawab Dasco.
"3 menit hak saya," kata Iskan lagi
"Disepakati oleh fraksi PKS," Dasco kembali timpali.
Sampai kemudian Iskan meminta Dasco selaku pimpinan tak bertindak sebagai diktator.
"Tapi ini hak saya untuk bicara. Jangan kamu jadi diktaktor di sini," kata Iskan.
"Bukan ini anda minta mencabut usul yang sudah disetujui oleh fraksi," tutur Dasco.
"Kasih saya waktu ngomong saya minta 3 menit. Jangan pak Sufmi jadi diktaktor," kata Iskan.
Sampai akhir perdebatan Iskan meneriaki Dasco sebagai diktator.
Namun Dasco menegaskan, bahwa semua fraksi termasuk PKS sudah menyetujui RUU KUHP pada tingkat I.
"Kita sudah tahu bahwa semua fraksi sepakat dan PKS sepakat dengan catatan. Saya sudah berikan kesempatan kepada fraksi PKS untuk berilan catatan pada rapur hari ini," tutup Dasco. [Democrazy/suara]