EKBIS

Beda Hitungan Bengkak Kereta Cepat JKT-BDG: RI Rp 21 T, China Cuma Rp 15 T, Kok Bisa?

DEMOCRAZY.ID
Maret 12, 2024
0 Komentar
Beranda
EKBIS
Beda Hitungan Bengkak Kereta Cepat JKT-BDG: RI Rp 21 T, China Cuma Rp 15 T, Kok Bisa?

Beda Hitungan Bengkak Kereta Cepat JKT-BDG: RI Rp 21 T, China Cuma Rp 15 T, Kok Bisa?

DEMOCRAZY.ID - Hitung-hitungan cost overrun alias pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung masih belum jelas. 


Negosiasi untuk menentukan besaran cost overrun masih alot berjalan antara pihak China dan Indonesia.


Proyek ini digarap oleh konsorsium perusahaan China dan Indonesia, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). 


Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi menyatakan sampai saat ini negosiasi alot masih terjadi dengan pihak China. Beda hitungan total bengkak kereta cepat jadi alasannya.


Dwiyana menjelaskan pihak China tidak mengakui beberapa aspek perhitungan bengkak biaya proyek yang dihitung di Indonesia. 


Perhitungan cost overrun versi pemerintah Indonesia dinilai terlalu tinggi daripada perhitungan oleh pihak China.


"Sama China negosiasi cost overrun itu memang belum selesai betul, sedang proses nego," ujar Dwiyana ketika ditemui wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (8/12/2022).


Lantas seberapa besar perbedaan hitungan bengkak Kereta Cepat Jakarta-Bandung antara pihak Indonesia dan China?


Dalam catatan detikcom, dari dua kali asersi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhitung bengkak Kereta Cepat Jakarta-Bandung US$ 1,49 miliar atau Rp 21,8 triliun (kurs Rp 15.600). 


Pemerintah Indonesia mengajukan angka bengkak proyek ke China sebesar itu.


Namun di sisi lain, hitungan China justru sangat jauh lebih kecil jumlahnya. Bahkan, menyentuh US$ 1 miliar pun tidak. 


Pada November lalu, Dwiyana mengungkapkan hitungan pihak China, cost overrun cuma US$ 980 juta atau Rp 15,2 triliun.


"Mereka sudah sampaikan hasil perhitungan mereka sekitar US$ 980 juta (Rp 15,19 triliun). Ada perbedaan karena beda cara melakukan review, beda metode dan beda asumsi," katanya di Gedung DPR RI, Rabu (9/11/2022) yang lalu.


Sampai saat ini, secara keseluruhan investasi pembangunan kereta cepat ditetapkan sebesar US$ 6 miliar atau sekitar Rp 93,6 triliun. 


Jumlah itu bisa bertambah sesuai kesepakatan hitungan cost overrun yang sampai saat ini masih alot negosiasinya.


Pembiayaan Cost Overrun


Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyatakan cost overrun akan dibiayai dengan cara menyetor ekuitas tambahan dan juga menambah pinjaman ke pihak China Development Bank (CDB).


Persentasenya 25% akan dibiayai dengan tambahan modal ke konsorsium Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), sementara sisanya akan dilakukan dengan pinjaman oleh CDB. Artinya, pihak Indonesia harus menyetor modal tambahan ke PT KCIC.


Untuk itu pemerintah akan memberikan suntikan modal ke PT KAI selaku pimpinan konsorsium Indonesia di KCIC. 


Konsorsium Indonesia sendiri jatah kepemilikannya mencapai 60%, 40% sisanya adalah kepemilikan konsorsium China.


Menurut Kartika untuk pinjaman memang tak ada jalan lain selain meminta dari pihak CDB. 


Tiko bilang hal itu bisa memberikan keuntungan berupa pinjaman murah dan tenor yang lebih panjang.


"Dengan CDB kami minta tenor panjang setidaknya 30 tahun jadi tak bebani KAI dan KCIC. Alasan kami minta CDB karena tenor panjang dan bunganya murah," beber pria yang akrab disapa Tiko itu dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Selasa (2/11/2022) lalu. [Democrazy/detik]

Penulis blog