DEMOCRAZY.ID - Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara hanya mimpi dan ambisi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Keberadaan IKN tidak rasional dan menghabiskan anggaran negara.
“Pemerintahan Jokowi untuk mempertimbangkan kembali agenda tersebut karena dinilai tidak rasional, minim urgensi dan memaksakan. Hanya berdasar pada mimpi dan ambisi,” kata pemerhati politik dan kebangsaan M Rizal Fadillah kepada redaksi SuaraNasional, Jumat (9/12/2022).
IKN membangun di tanah kosong berbiaya 466 trilyun dengan 20 % dana APBN.
Hitungan ke depan diprediksi membengkak hingga mencapai 1000 trilyun, bahkan lebih.
Sejak awal sombongnya Jokowi adalah kemampuan untuk mendatangkan investor.
Hingga kini setelah rencana tersebut ditetapkan dalam Undang-Undang dan masa jabatan Jokowi sendiri hampir habis, ternyata investor yang serius belum juga datang.
“Tidak ada kontrak yang ditandatangani. Hanya sekedar basa basi melalui Letter of Intent,” jelas Rizal.
Sulit untuk merealisasikan pembangunan IKN sesuai rencana yang diprediksi akan mengalami kegagalan. Baiknya secepatnya dibatalkan sebelum menderita kerugian.
Ada alasan untuk itu, antara lain :
“Pertama, dukungan rakyat minim. Hingga kini terus menuai pro dan kontra. Proyek besar bangsa semestinya mendapat dukungan penuh dari seluruh rakyat Indonesia. Keputusan DPR dinilai berbau konspirasi dan tidak mencerminkan aspirasi publik yang murni,” jelasnya.
Kedua, memindahkan dan membangun Ibukota Negara dari nol adalah sangat tidak rasional.
Menjadi pekerjaan berat di tengah kemampuan ekonomi negara yang pas-pasan atau sesak nafas. Rasionalnya adalah pembangunan pengembangan Kota yang sudah ada.
Ketiga, kata Rizal biaya besar dengan mengandalkan investasi asing di situasi resesi global menyebabkan kalkulasi ketat.
Keuntungan berjangka waktu panjang menyebabkan membangun IKN di Indonesia bukan pilihan bisnis yang bagus.
Keempat, Presiden Jokowi yang bersemangat luar biasa hingga perlu membawa nuansa mistik ternyata usia jabatannya sudah pendek.
Siapapun akan mempertanyakan kelanjutan dan keamanan proyek Jokowi tersebut.
Meski sudah ada UU yang melandasinya, tetap saja kelanjutan proyek diragukan. Presiden berikut belum tentu mau merealisasikan.
“Kelima, Jokowi sendiri sudah menunjukkan kegelisahan dan kepanikan sehingga terkesan menjadi pengobral proyek dan lahan. Izin HGB 160 tahun adalah luar biasa dan melanggar hukum. Bebas pajak hingga 30 tahun dan diskon 350 % merupakan ocehan sales promotion. Presiden bagai pedagang bukan Kepala Negara yang berkarakter negarawan,” pungkasnya. [Democrazy/SuaraNasional]