DEMOCRAZY.ID - Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) bengkak atau cost overrun sebesar US$ 1,449 miliar atau sekitar Rp 21 triliun lebih.
Biaya proyek yang awalnya diprediksi US$ 6,071 miliar kini menjadi US$ 7,5 miliar.
Adapun bengkak biaya ini akan dibayar oleh konsorsium Indonesia sebesar Rp 3,2 triliun, dan konsorsium China sebesar Rp 2,1 triliun. Jumlah ini setara dengan porsi ekuitas 25%.
Sementara itu, sisa Rp 16 triliun lebih atau setara 75% akan dicarikan lewat pinjaman ke China Development Bank (CDB).
"Dari (cost overrun) Rp 21 triliun, harapannya 25% dari ekuitas. 75% akan dipenuhi dari pinjaman CDB sebesar Rp 16 triliun," ujar Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia Didiek Hartantyo dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, Jakarta, Rabu (9/11/2022).
Terkait hal ini, Didiek berharap pemerintah bisa mencairkan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 3,2 triliun pada Desember 2022.
Selain untuk menutupi bengkak biaya, PMN disebut bisa memastikan proyek KCJB akan beroperasi sesuai jadwal.
"Di kesempatan ini kami menyampaikan permohonan dukungan, persetujuan PMN kepada PT KAI sebesar Rp 3,2 triliun, untuk memenuhi porsi 25% ekuitas pihak Indonesia atas cost overrun proyek KCJB," ungkapnya.
Adapun target operasi KCJB adalah pada Juni 2023. Progres fisiknya sudah mencapai 79,51%m sementara progres investasi mencapai 90,6%.
Stasiun Halim pengerjaannya sudah mencapai 69,44%. Stasiun Karawang 65,99%, Stasiun Padalarang baru 9,75%, Stasiun Tegalluar 81,77%, dan Depo Tegalluar 52,65%.
Hitungan BPKP Proyek Kereta Cepat Bengkak Rp 21 Triliun, China Beda Lagi
Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) mengalami cost overrun atau pembengkakan biaya.
Bengkak biaya ini akan ditanggung Konsorsium Indonesia, Konsorsium China, serta pinjaman dari China Development Bank (CDB).
Namun, ada perbedaan pendapat tentang hitungan cost overrun antara Indonesia dan China.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi.
Menurutnya, berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), bengkak biaya proyek KCJB adalah US$ 1,499 miliar atau sekitar Rp 21,7 triliun (kurs Rp 15.500).
"Mereka sudah sampaikan hasil perhitungan mereka sekitar US$ 980 juta (Rp 15,19 triliun). Ada perbedaan karena beda cara melakukan review, beda metode dan beda asumsi," katanya di Gedung DPR RI, Rabu (9/11/2022).
China disebut tidak memperhitungkan biaya dari pihak ketiga. Sementara Indonesia melakukannya, seperti penyediaan persinyalan GSMR kereta api cepat.
Menurut Dwiyana, Cina memberlakukan kebijakan gratis atas pelayanan tersebut.
"Missal Telkomsel, dia tetap keukeuh (mengenakan biaya), namanya GSMR. Di Tiongkok (China) itu free ya. China menilai seharusnya pemerintah Indonesia juga bisa memberikan free of charge pada KCJB untuk mendapatkan frekuensi GSMR," jelasnya.
Terkait hal ini, Dwiyana menyebut sudah menjelaskan hal ini ke pemerintah China. Ia berharap China bisa menerima kondisi yang terjadi di Indonesia.
Hal inilah yang menjadi penyebab beda persepsi hitung-hitungan bengkak proyek KCJB.
Namun ia yakin baik Indonesia dan China akan menemui titik temu pada pembahasan berikutnya.
"Itu yang pemerintah Tiongkok pasti awalnya tidak mau menerima karena negerinya free of charge (bebas biaya). Saya yakin pembahasan berikutnya ada titik temu. Sekali lagi ini proyek investasi bersama antara pemerintah China dan Indonesia," imbuhnya. [Democrazy]