DEMOCRAZY.ID - Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia atau BEM UI menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana alias RKUHP yang akan disahkan oleh DPR RI dalam waktu dekat.
"Jokowi jahat: jika membiarkan RKUHP bermasalah disahkan," tulis BEM UI melalui akun Twitter resminya, dikutip pada Jumat 25 November 2022.
Melalui siaran persnya, BEM UI menilai hukum pidana Indonesia perlu direformulasi sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat.
Akan tetapi, menurut BEM UI l, rencana tersebut tidak disertai dengan upaya Pemerintah untuk menghadirkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang berkualitas.
Hal ini dapat dilihat melalui draf RKUHP per 9 November 2022 yang masih memuat pasal-pasal bermasalah yang justru merekolonialisasi hukum pidana Indonesia.
"Padahal, penolakan terhadap pasal-pasal bermasalah tersebut telah dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat secara masif dan konsisten," tulis BEM UI.
BEM UI menilai pemerintah seakan tutup mata dan telinga terhadap suara penolakan dari masyarakat.
Pemerintah justru bergegas untuk mengesahkan RKUHP tanpa mengakomodasi masukan yang telah disampaikan secara terus-menerus oleh masyarakat.
Dalam draf RKUHP per 9 November 2022, terdapat pasal-pasal yang dinilai BEM UI bermasalah yakni di antaranya Pasal 256 RKUHP, Pasal 218 hingga Pasal 220 RKUHP, serta Pasal 349 dan Pasal 350 RKUHP.
Pasal 256 RKUHP memuat ancaman pidana penjara atau pidana denda bagi penyelenggara pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara.
Pasal 256 RKUHP menyiratkan bahwa masyarakat membutuhkan izin dalam melakukan penyampaian pendapat di muka umum agar terhindar dari ancaman pidana.
"Padahal, ketentuan yang berlaku sekarang hanya mewajibkan pemberitahuan dan menjatuhkan sanksi administratif berupa pembubaran sekiranya ketentuan tersebut tidak terpenuhi," katanya.
Selain itu, Pasal 256 RKUHP juga memuat unsur karet, yakni kepentingan umum, yang tidak dijelaskan secara komprehensif, di mana hal ini rentan disalahgunakan untuk membelenggu kebebasan berpendapat dan berekspresi masyarakat.
Di sisi lain, Pasal 218 hingga Pasal 220 RKUHP memuat ancaman pidana penjara atau pidana denda bagi setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan/atau Wakil Presiden.
"Pasal 218 hingga Pasal 220 RKUHP pada dasarnya akan menimbulkan beragam permasalahan mengingat pasal ini bertentangan dengan asas persamaan di hadapan hukum," jelas BEM UI.
Untuk itu BEM UI nyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera menunda pengesahan RKUHP hingga RKUHP tidak lagi bermasalah; serta
2. Menuntut Pemerintah dan DPR RI untuk mengakomodasi masukan dari masyarakat sipil terhadap pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP. Demikian BEM UI.
JOKOWI JAHAT: JIKA MEMBIARKAN RKUHP BERMASALAH DISAHKAN pic.twitter.com/aQKvihLQAX
— BEM UI (@BEMUI_Official) November 24, 2022
[Democrazy/FIN]