DEMOCRAZY.ID - Mayor Jenderal TNI (Purn.) Soenarko dalam sebuah video berjudul HR5 'MARAH' USAI TEMUAN MOBIL TRAGEDI S4DIS KM 50, SOENARKO: APARAT ANGGAP KITA BUTA TULI DAN TOLOL yang diunggah dalam akun YouTube Refly Harun pada 12 November 2022 lalu menyampaikan harapannya terkait dengan peluncuran Buku Putih TP3 yang diharapkan mampu menggelitik nurani aparat dan pemerintah untuk mengusut tuntas kasus pembunuhan enam pengawal Habib Rizieq Syihab (HRS).
Buku yang dimaksud adalah buku yang diterbitkan oleh Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Pengawal HRS (TP3) dengan judul Buku Putih: Pelanggaran HAM Berat Pembunuhan Enam Pengawal HRS.
"Saya mungkin sampaikan, kehadiran saya ini seperti tadi yang dikatakan Pak Abdullah ini dalam rangka tanggung jawab syariat agama. Selama kita masih punya umur, selama kita masih punya kesehatan, kita wajib menegakkan amal maruf dan nahi munkar. Jadi tidak ada yang saya cari untuk kepentingan pribadi," tutur Soenarko dalam sambutannya di dalam video seperti dikutip pada Minggu (13/11/2022).
Ia melanjutkan, "di samping ini juga karena kecintaan saya kepada NKRI supaya NKRI tetap tegak, berdaulat, sampai kiamat nanti.
Jangan sampai NKRI pecah belah karena masalah kepemimpinan, masalah pemerintahan yang tidak punya legitimasi di mata rakyat."
Soenarko menilai bahwa legitimasi pemerintah di mata rakyat sangatlah terasa rendah yang dimulai sejak pelaksanaan pilpres lalu, di mana menurutnya banyak terjadi hal yang aneh dan tidak umum, termasuk ada banyak hal yang ditutupi dan banyak hal pula dilaksanakan secara diam-diam bahkan mungkin dilaksanakan dengan tipuan.
Dalam hal ini, Soenarko melihat bahwa kejadian pembunuhan enam laskar FPI yang merupakan pengawal HRS dalam kasus KM 50 telah menyita perhatian dan menusuk publik di tingkat nasional dan mancanegara.
"Pada kesempatan yang perlu saya sampaikan bahwa kejadian pembunuhan itu sebenarnya cukup terang benderang, cukup kasat mata, walaupun dan kalau aparat atau pemerintah mau jujur, saya yakin tidak sulit mengusutnya," ujarnya.
Menurutnya, aparat intel atau Polisi dan TNI itu memiliki kemampuan yang mumpuni untuk menyelidiki atau menyidik kasus-kasus yang lebih rumit dari ini.
Ia menyampaikan bahwa dalam kasus ini, Tempat Kejadian Perkara (TKP) sudah jelas sekali, namun aparat justru memberikan keterangan yang berbelit-beli dan berubah-ubah dan menurutnya ditambah lagi dengan adanya tindakan-tundakan yang kelihatan sekali sengaja dihilangkan.
Oleh karenanya dalam kasus ini, Soenarko meminta kejujuran dari aparat dan pemerintah untuk mengusut kasus yang telah menyita perhatian dan memprihatinkan bagi publik ini.
Ujarnya, "memang saat ini kita ini di kita ini jujur sudah mahal banget, bahkan sudah tidak ada atay bahkan mungkin tidak ada. Tapi mudah-mudahan setelah peluncuran buku ini, [kejujuran] itu hidup lagi dan bangun lagi."
Soenarko turut berharap setelah peluncuran buku ini, masyarakat juga lebih berani dalam menyampaikan suara hatinya yang ingin mempertanyakan kebenaran kepada baik aparat maupun pemerintah yang memiliki tanggung jawab terhadap hal tersebut.
Ia menggarisbawahi bahwa suara hati yang disampaikan haruslah tentu berdasarkan fakta dan bukan sebuah fitnah atau pem-bully-an seperti yang dilakukan oleh para buzzer.
"Mudah-mudahan, dan saya yakin setelah kasus ini akan bisa dibuka dengan jujur dan adil sehingga akan menimbulkan kehidupan berbangsa, bernegara yang lebih nyaman, lebih enak, dan sejahtera bangsa kita," pungkasnya. [Democrazy/WE]