DEMOCRAZY.ID - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), menyebut Undang-Undang Ibu Kota Nusantara (UU IKN) berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).
Hal itu karena hilangnya hak pilih masyarakat yang bermukim di wilayah IKN pada pemilihan umum serentak 2024 mendatang .
Komisioner Komnas HAM Hairansyah Akhmad mengatakan, secara subtansial UU IKN tidak memberikan dasar kuat partisipasi publik, meskipun memberikan landasan yang normatif turut serta dalam proses persiapan, pembangunan, pemindahan dan pengelolaan IKN.
"Komnas HAM berkesimpulan terdapat berbagai potensi pelanggaran HAM dalam UU IKN, di antaranya hak (warga) untuk turut serta dalam pemerintahan (memilih dan dipilih)," kata Hairansyah dalam keterangannya, Kamis (10/11/2022) kemarin.
Komnas HAM mengemukakan terdapat pasal UU IKN yang menjadi persoalan, salah satunya Pasal 5 Ayat 3 yang berbunyi, 'Dikecualikan dari satuan pemerintahan daerah lainnya, di Ibu Kota Nusantara hanya diselenggarakan pemilihan umum tingkat nasional.'
Hairansyah mengatakan hal tersebut berdampak terhadap hak warga lokal untuk memilih dan dipilih sebagai kepala daerah dan DPRD.
Hal itu juga sekaligus bertentangan dengan sejumlah pasal dalam Undang-Undang HAM Nomor 39 Tahun 1999, salah satunya pasal 43 yang bunyi Ayat 1, 'Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.'
Selain itu, menghilangkan hak masyarakat sebagai warga negara di wilayah IKN, yaitu menutup aspirasi warga lokal terhadap kebijakan strategis lokal IKN.
Kemudian hak warga negara di wilayah IKN untuk dipilih sebagai Kepala Otorita (jika dimaknai sebagai Kepala Daerah) dan anggota legislatif daerah atau DPRD juga dihilangkan.
"Padahal Pasal 5 Ayat 5 undang-undang a quo menekankan bahwa Pemerintah Daerah Khusus IKN juga memiliki fungsi dan peran pemerintah daerah," kata Hairansyah.
Hasil observasi Komnas HAM di IKN, ditemukan sejumlah keluhan dari individu atau kelompok masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam proses demokrasi lokal.
"Namun terpaksa harus mempertimbangkan kembali niatannya karena pengaturan IKN yang tidak responsif terhadap aspirasi masyarakat lokal," ungkap Hairansyah. [Democrazy/suara]