Oleh: Sutoyo Abadi
Koordinator Kajian Politik Merah Putih
REZIM yang di-back up Oligarki di belakangnya mustahil dengan sukarela menyerahkan kekuasaan – dengan mempertaruhkan hidup dan mati atas kekuasaan yang sudah ada dalan genggamannya. Kekuatan mereka total sudah dalam kendali kekuatan oligarki.
Rekayasa politiknya sampai ingin memperpanjang masa jabatan Presiden karena merasa presiden sudah bersenyawa dengan oligarki.
Masyarakat para tokoh perubahan sampai geram dan bertekad hegemoni oligarki harus diputus dan dihentikan dengan langkah keras dan radikal.
Langkah keras harus diambil karena mengganti atau mengubah rejim saat ini mustahil bisa dilakukan dengan langkah normatif atau konstitusional, tersisa hanya ada satu pilihan dengan langkah ekstra konstitusional, people power atau Revolusi.
Bau busuk rekaya mereka yang tidak peduli dengan pelanggaran hukum nyata tercium oleh masyarakat. Maka rencana mengambil alih kekuasaan oligarki hanya bisa dilakukan dengan sikap dan tindakan revolusioner.
Kesadaran dan cara berpikir revolusi adalah “tindakan paksa”, sesuai sikon realitas dan kondisi objektif yang memang mengharuskan tindakan keras dengan paksa.
Kondisi objektif:
- Para penguasa saat ini ingin terus berkuasa, sekalipun ada konstitusi yang membatasi kekuasaannya. Kodrat watak manusia yang berkuasa cenderung enggan bergeser dari zona nyaman. Sehingga, menggeser orang dari zona nyaman hanya bisa dilakukan dengan paksaan.
- Indonesia telah terhempas dan jatuh ke titik nadir disebabkan oleh kekuasaan kepentingan oligarki imperialistik yang telah metamorfosis menjadi Neo Kolonialisme.
- Sistem dan perilaku politik Indonesia lepas dari panduan konstitusi sesuai tujuan negara dalam pembukaan UUD 1945.
- Instrumen penyelenggara negara semua telah tenggelam dalam kendali remot Oligarki.
- Lebih parah lagi, oligarki sudah mampu membuat UU dan atau apapun yang dikehendaki sesuai kepentingan ekonomi dan politiknya.
- Indonesia dalan kondisi darurat kegelapan, karena bergerak tanpa arah bersamaan hampir semua Sumber Daya Alam dan jejaring penyelenggara negara sudah dalam kuasa suka suka.
- Bebas melakukan apa saja karena sudah tidak ada GBHN dan MPR sudah lumpuh total, karena statusnya bukan lagi sebagai tertinggi negara.
Mengatasi dan menghadapi rezim yang sudah kesurupan bahkan berubah menjadi tirani tidak boleh ada kompromi dan negosiasi.
Bentuk dan langkah pergerakan
Bung Karno pernah mengatakan, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri”.
Perjuangan ini lebih sulit dan rumit karena lawan yang dihadapi tidak berada di luar melainkan berada di dalam tubuh kita sendiri. Rumitnya perjuangan bisa diibaratkan bertempur di dalam kegelapan, sulit mengenali siapa lawan siapa kawan.
Rumit dan gelapnya medan pertempuran hanya dapat diantisipasi dengan meningkatkan intuisi kepekaan yang tinggi untuk mengetahui mana kawan mana lawan. Gerakan harus bisa menyibak mana kawan lawan, penghianat, pecundang dan penjilat.
Semua harus terpetakan dan harus dibabat habis tidak boleh ada kompromi dan negosiasi yang hanya akan membahayakan perjuangan negara kembali ke UUD 1945 asli.
Sebuah gerakan kekuatan people power atau revolusi harus ada figur pemimpin yang mampu menghimpun, menggerakkan, menuntun, mengarahkan segenap potensi perubahan dengan sebuah gerakan riil dan berani mengambil alih kekuasaan yang ugal-ugalan, hanya sebagai boneka Neo-kolonialisme Oligarki.
Semua sosok potensi tokoh nasional terbaik harus terkonsolidasi diri hingga menjadi “kekuatan kolektif yang kuat memimpin”. Karena keadaan bersifat mendesak, maka segala sesuatunya dituntut revolusioner.
Dalam gerakan harus ada ruang pemikiran, rencana taktis pergerakan, logistik dan pengendalian gerakan tetap pada jalur mengembalikan arah tujuan negara sesuai pembukaan UUD 1945.
Potensi pemikir dan penggerak dan penentu arah harus dalam satu kolektif kekuatan sebagai pimpinan pergerakan. Pergerakan harus mencerminkan bahwa pemilik sah kedaulatan adalah rakyat.
Mengingat ucapan Soekarno: “Oleh sebab itu, sebagai anak bangsa, kita harus mempunyai kesadaran bersama, bahwa, kerusakan negara (seperti sekarang) ini, tentu, tidak dikehendaki oleh para pendiri bangsa seperti Soekarno, Hatta, Soepomo, Haji Agus Salim, Ki Bagus Hadi Kusumi, KH Wahid Hasym dan pahlawan-pahlawan yang telah berjuang untuk melahirkan negara Indonesia ...”
Saat inilah kita berkonsolidasi dan bergerak: It's now or never .. Tomorrow will be to late – sekarang atau tidak pernah – besok atau semua terlambat (Prof. Amin Rais).
Kegelapan dan kebuntuan negara hanya bisa diatasi dengan people power atau Revolusi. [Democrazy/FNN]