DEMOCRAZY.ID - Beredarnya video pengakuan mantan Anggota Satuan Intelkam Polresta Samarinda, Aiptu Ismail Bolong soal setoran tambang menjadi perhatian banyak pihak
Apalagi, diketahui bahwa Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) Paminal Propam tentang adanya penambangan batu bara ilegal di wilayah Polda Kalimantan Timur.telah keluar di masa Ferdy Sambo menjabat sebagai Kadiv Propam.
Temuannya itu diduga terjadi pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan oknum anggota Polri dan pejabat utama Polda Kalimantan Timur.
Salah satu nama yang disebut-sebut diduga menerima uang koordinasi kegiatan penambangan batu bara ilegal adalah Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto.
Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro-Demokrasi atau Prodem Iwan Sumule mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim khusus untuk mengusut dugaan kasus penambangan ilegal di Kalimantan Timur yang menyeret nama Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Agus Andrianto.
Dilansir dari Kompas.com, Prodem mengaku telah menemukan adanya laporan hasil penyelidikan bahwa Komjen Agus Andrianto terlibat di kasus penerimaan uang terkait penambangan ilegal tersebut.
"Prodem mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit segera membentuk tim khusus untuk melakukan pemeriksaan kepada Kabareskrim Komjen Agus Andrianto atas dasar Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) Paminal Propam," ujar Iwan dalam keterangan tertulis, Jumat (11/11/2022).
Selain itu, menurut Iwan, pihaknya juga mendapat informasi bahwa tim penyelidik Paminal Propam Polri yang mengusut soal dugaan penerimaan gratifikasi atau suap dalam kegiatan penambangan batu bara ilegal itu ditahan di tempat khusus (patsus).
Iwan kemudian meminta Kapolri membebaskan tim penyelidik yang dipatsuskan tersebut.
"Karenanya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit segera membebaskan tim penyelidik Paminal Propam yang di patsus," katanya.
Selain itu, Prodem juga mendapat informasi bahwa ada anggota Bareskrim Polri berpangkat Kombes bernisial YU diduga telah melakukan upaya obstruction of justice dengan menekan Ismail Bolong dalam kaitannya video bantahan.
Ismail Bolong adalah anggota polisi yang sempat mengungkapkan keterlibatan Komjen Agus dalam kasus suap tambang ilegal.
Namun, tak lama videonya viral, Ismail Bolong langsung membuat video klarifikasi.
"Prodem mendesak Propam Polri segera menangkap Kombes (YU) karena telah melakukan pemaksaan video testimoni palsu Aiptu (pn) Ismail Bolong dan mendalami dugaan pelanggaran lain yang berpotensi pidana yaitu penggelapan barang bukti kasus robot trading," ujar Iwan.
Kompas.com sudah berusaha menanyakan soal dugaan keterlibatan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto serta Kadiv Propam Polri Irjen Syahardiantono dalam kasus dugaan penambangan ilegal di Kaltim itu. Tetapi masih belum mendapat respons.
Diberitakan sebelummnya, Prodem mengungkapkan telah melakukan investigasi dan menemukan adanya penyelidikan internal yang dilakukan Biro Paminal Propam Polri terkait dengan kegiatan penambangan ilegal yang ada di Kaltim.
Menurut Iwan, Paminal Propam Polri juga sudah melakukan penyelidikan soal dugaan adanya kegiatan penambangan ilegal di Kalimantan Timur sejak Februari 2022.
Dalam laporan kasus tambang ilegal itu menyeret nama Kabareskrim Komjen Agus Andrianto.
Saat itu, Kepala Divisi Propam Polri masih dijabat oleh Irjen Ferdy Sambo yang kini sudah dipecat karena kasus pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat.
"Di sini sudah dijelaskan bahwa Komjen Pol Agus Andrianto menerima uang koordinasi yang diberikan oleh yang namanya Ismail Bolong.
Itu sudah dilakukan penyelidikan oleh Karo Paminal, itu kenapa sampai hari ini dari bulan Februari dan suratnya ditulis oleh Kadiv Propam rekomendasinya itu April itu per tanggal 7 April itu sudah diserahkan surat itu kenapa tidak dilakukan penindakan," kata Iwan di Mabes Polri, Jakarta, pada 7 November 2022.
Sosok Rau Batu Bara Ikut Terseret
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI, Adian Napitupulu mengatakan Komisi VII akan memanggil Tan Paulin dan Menteri ESDM, Arifin Tasrif terkait kasus kegiatan tambang batu bara yang disebut dalam video Ismail.
Sebab, nama Tan Paulin pernah disebut dalam rapat Komisi VII DPR bersama Menteri ESDM pada Januari 2022.
Saat itu, Anggota Komisi VII, Muhammad Nasir menyebut ada penambangan diduga ilegal di Kalimantan Timur yang dikuasai oleh Tan Paulin atau dikenal 'Ratu Batu Bara'. Ajaibnya, penambangan ilegal tiap bulan 1 juta ton itu bisa ekspor.
Adian menyebut bahwa pengakuan Ismail Bolong bisa menjadi bukti baru untuk didalami dan pelajari lagi oleh Komisi VII DPR.
“Kalau begitu pengakuan polisi Ismail Bolong itu bisa menjadi bukti baru. Kita akan jadikan novum,” kata Adian di Gedung DPR pada Kamis, 10 November 2022.
Akan tetapi, Adian mengatakan Komisi VII saat ini belum membahas lagi soal Tan Paulin semenjak ramai videonya di media sosial.
Tentu, Adian memastikan Komisi VII bakal menggelar rapat lagi dengan Menteri ESDM termasuk Tan Paulin untuk konfirmasi video Ismail Bolong tersebut.
“Pasti kita panggil dong. Tan Paulin juga kita panggil dong, Menteri ESDM kita panggil. Tentang waktunya, nanti akan kita bicarakan sama-sama. Kita belum rapatkan soal itu,” jelas dia.
Diketahui, mantan Anggota Satuan Intelkam Polresta Samarinda, Polda Kalimantan Timur, Aiptu Ismail Bolong menyebut nama Tan Paulin dalam kasus dugaan konsorsium tambang yang melibatkan aparat Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Dalam videonya itu, Ismail Bolong menjelaskan terkait adanya penambangan batu bara ilegal di Kalimantan Timur yaitu daerah Marangkayu, Kukar, wilayah hukum Polres Bontang sejak Juli 2020 sampai November 2021.
"Bahwa benar saya bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin, dan kegiatan tersebut tidak dilengkapi surat izin di daerah Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kukar, wilayah hukum Polres Bontang," ungkapnya.
Ia mengaku melakukan pengepulan batu bara ilegal tidak ada perintah dari pimpinan, melainkan atas inisiatif pribadi.
Oleh karena itu, Ismail Bolong menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas tindakan yang dilakukannya.
"Keuntungan yang saya peroleh dari pengepulan dan penjualan batu bara berkisar sekitar Rp5 sampai Rp10 miliar dengan setiap bulannya," jelas dia.
Ternyata, pengakuan Ismail Bolong juga tertuang dalam dokumen laporan hasil penyelidikan (LHP) Nomor: R/LHP-63/III/2022/ Ropaminal tertanggal 18 Maret 2022.
Laporam hasil penyelidikan itu juga sudah diserahkan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari Kepala Divisi Propam, saat itu Ferdy Sambo melalui surat Nomor: R/1253/WAS.2.4/ 2022/IV/DIVPROPAM, tanggal 7 April 2022.
Dalam LHP itu, terdapat keterangan Ismail Bolong pada halaman 24, bahwa uang koordinasi diberikan kepada pejabat Mabes Polri.
Antara lain Kepala Bareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto; Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri; Kasubdit V Dittipidter Bareskrim Polri.
Uang koordinasi diberikan setiap satu bulan sekali Rp5 miliar dalam bentuk mara uang Dolar Singapura dan Dolar Amerika.
Adapun, pembagiannya untuk Kabareskrim sebanyak Rp2 miliar (diserahkan langsung) dan sisanya Rp3 miliar diserahkan kepada Kasubdit V Dittipidter Bareskrim. Sedangkan, untuk pembagiannya tidak mengetahui.
Adapun, kesimpulan hasil penyelidikan tersebut ditemukan fakta-fakta bahwa di wilayah hukum Polda Kalimantan Timur terdapat beberapa penambangan batu bara ilegal yang tidak dilengkapi izin usaha penambangan (IUP).
Namun, tidak dilakukan upaya tindakan hukum dari Polsek, Polres, Polda Kalimantan Timur dan Bareskrim Polri, karena adanya uang koordinasi dari para pengusaha tambang ilegal.
Selain itu, ada kedekatan Tan Paulin dan Leny Tulus dengan pejabat Polda Kalimantan Timur.
Tapi tiba-tiba, Ismail Bolong membuat pernyataan membantah melalui video juga hingga tersebar.
Dalam video keduanya itu, Ismail Bolong memberi klarifikasi permohonan maaf kepada Kabareskirm Komjen Agus Andrianto atas berita yang beredar.
“Saya mohon maaf kepada Kabareskrim atas berita viral saat ini yang beredar. Saya klarifikasi bahwa berita itu tidak benar. Saya pastikan berita itu saya pernah berkomunikasi dengan Kabareskrim apalagi memberikan uang. Saya tidak kenal,” kata Ismail.
Ismail Bolong mengaku kaget videonya baru viral sekarang. Makanya, ia perlu menjelaskan bahwa bulan Februari itu datang anggota Mabes Polri dari Biro Paminal Divisi Propam untuk memeriksanya.
Saat itu, Ismail Bolong mengaku ditekan oleh Brigjen Hendra Kurniawan yang menjabat Kepala Biro Paminal Divisi Propam Polri.
“Bulan Februari itu datang anggota dari Paminal Mabes Polri memeriksa saya untuk memberikan testimoni kepada Kabareskrim dalam penuh tekanan dari Pak Brigjen Hendra. Brigjen Hendra pada saat itu, saya komunikasi melalui HP anggota Paminal dengan mengancam akan membawa ke Jakarta kalau tidak melakukan testimoni,” lanjut Ismail.
Habis itu, Ismail Bolong tidak bisa bicara karena tetap diintimidasi sama Brigjen Hendra saat itu.
Akhirnya, Anggota Biro Paminal Mabes Polri memutuskan membawa Ismail Bolong ke salah satu hotel yang ada di Balikpapan.
“Sampai di hotel Balikpapan sudah disodorkan untuk baca testimoni, itu ada kertas sudah ditulis tangan nama oleh Paminal Mabes dan direkam HP dari Anggota Mabes Polri. Saya tidak pernah memberikan uang kepada Kabareskrim,” ungkapnya. [Democrazy/Tribun]