Oleh: Sutoyo Abadi
Koordinator Kajian Politik Merah Putih
Telah menjadi stigma masyarakat bahwa Presiden saat ini ada dalam genggaman Oligarki. Tanpa putus media sosial terus memenuhi laman berita dengan bermacam versi dan ragam analisanya.
Kegalauan sebagian masyarakat teriak meminta tolong segera keluarkan dan bebaskan Presiden dari ketiak Oligarki.
Berujung semua putus asa sampai pada keputusasaan sudah tidak bisa dan tidak mungkin bisa dibebaskan.
Aura dampak negatifnya muncul di media sosial tanpa kecuali bernada sinis menjeneralisasi tembakan lurus ke semua Capres kedepan akan mengalami nasib yang sama.
Bahwa semua yang berpotensi akan muncul / dimunculkan pada kontestasi Pilpres 2024, akan masuk pada kolam yang sama.
Sikap sinis dan kecaman tersebut sampai membabi buta kering dari pikiran alternatif masih ada jalan bagi Capres bisa terbebas dari jahat dan ganasnya oligarki :
– Kecaman terhadap Calon Presiden karena diduga semua akan terjebak menggunakan jasa pemilik modal oligarki untuk maju di kontestasi pilpres mendatang.
– Terpantau himbauan sejogyanya para capres mendatang terbebas dari kuasa oligarki menggunakan modal finansial murni dari kantong sendiri. Fakta sejarah mungkin perlu dipahami sejarah Oligarki di Indonesia.
Siapa Presiden yang membuka pintu dan menggelar karpet merah bagi oligarki masuk bebas ikut mengatur membuat kebijakan negara.
Selama ini hanya terjadi di era Presiden Jokowi dengan segala fenomena yang luar biasa , sampai menumbalkan diri seorang kepala negara / pemerintahan tunduk patuh pada Oligarki.
Kesan buruk dan akibat negatif tidak bisa dinafikan, betapa jahatnya Oligarki dan betapa konyolnya rezim ini sampai tidak lagi mampu menegakkan kepalanya.
Dalam sebuah negara manapun dengan sistem demokrasi, akan selalu ada praktik Oligarki, tak terkecuali di Indonesia.
Praktik oligarki tersebut akan menjadi masalah apabila negara tersebut dipimpin orang yang lemah larut dalam kendali oligarki.
Kepemimpinan yang berhasil dalam demokrasi adalah yang mengendalikan oligarki, bukan yang dikendalikan oligarki.
Seorang capres di negara manapun selalu melibatkan Oligarki, tetapi sumbangan finansial tidak boleh mengikat seorang yang telah masuk sebagai Presiden.
Apalagi mengatur atur parahnya semua perangkat negara bisa dibeli dan juga bisa membeli dan membuat UU.
Tidak ada larangan seorang Capres menerima bantuan (sesuai ketentuan perundangan yang berlaku) tetapi saat dilantik sebagai presiden harus terputus dengan si pemberi bantuan. Harus berani mengatakan *boleh membantu saya tetapi saya bukan abdi Anda.
Seorang Presiden / pejabat sering sekali tidak bisa mengatasi masalah karena ada beban imbal balik terjerat transaksi politik dan otomatis bagian dr masalah yang harus diatasi. Itulah boneka atau budak Oligarki.
Terjadinya saling sandra akibat ada transaksi politik yang saling mengikat antara pemberi dan penerima bantuan. Berakibat mengikat antara keduanya dan penerima bantuan yang siap menjadi budak dan bonekanya.
Terkait himbauan agar setiap Capres harus menggunakan kemampuan finansialnya dari kantongnya sendiri dialam transaksi politik saat ini mustahil itu terjadi.
Itu bisa terjadi, serahkan negara ini kepada salah satu Capres Oligargi yang memang memiliki modal lebih hanya untuk biaya maju dalam kontestasi Pilpres mendatang.
Bagi Capres yang bukan kelas Taipan tidak mungkin atau mustahil akan bisa menapaki maju pada Pilpres mendatang dengan finansial dari dirinya. Dipastikan akan melibatkan pemilik finansial dari luar dirinya.
Maka bagi Capres tersebut harus memiliki kemampuan membatasi, memisahkan dan memutuskan diri hubungan politik transaksional dengan pemilik modal tiba waktunya setelah dilantik sebagai Presiden.
Itu hanya mungkin terjadi pada diri figur Capres negarawan, kepribadian yang kuat lahir dan bathin dan memiliki visioner dan keyakinan kekuasaan yang dimiliki hanyalah amanah untuk kebaikan dan kesejahteraan negara total sesuai tujuan negara dalam pembukaan UUD 45 asli.
Silahkan bagi capres membuka bantuan finansial dari luar kemampuannya, tetapi secara transparan harus melaporkan ke masyarakat luas dan siap diadili masyarakat sekiranya ada transaksi politik yang akan menyeret dirinya setelah jadi residen menjadi budak, boneka dan menimbulkan dirinya atas kendali oligarki Kejadian selama ini harus diputus total, jangan sampai terjadi lagi. Negara harus ditata ulang.
Untuk figur capres hanya mengejar kekuasaan dipastikan yang bersangkutan tidak lebih hanya figur Capres bertipe budak dan watak boneka yang akan menghancurkan negara. Kejadian selama ini harus diputus total, jangan sampai terjadi lagi. Negara harus ditata ulang. [Democrazy]