DEMOCRAZY.ID - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti konflik kepentingan di pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, hal ini justru dibiarkan begitu saja selama 3 tahun masa pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Menurut Kurnia, konflik kepentingan merupakan pintu masuk tindak pidana korupsi.
"Kita tahu konflik kepentingan ini dalam banyak berbagai literatur pernyataan menyebutkan bahwa konflik kepentingan merupakan pintu masuk atau sejengkal lagi bisa tiba pada konteks tindak pidana korupsi. Ada sejumlah permasalahan perihal konflik kepentingan dibiarkan oleh Presiden Jokowi," kata Kurnia dalam konferensi pers virtual “Evaluasi Tiga Tahun Pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin”, Minggu (13/11).
Ia menyebut, konflik kepentingan yang seolah dibiarkan adalah terkait putusan Mahkamah Konstitusi nomor 68 Tahun 2022 tentang pengujian pasal 170 ayat 1 undang-undang 7 tahun 2017 tentang pemilu putusan itu mengatakan menteri yang ingin maju dalam kontestasi pemilihan presiden 2024 mendatang tidak perlu mundur.
"Kalau kita merujuk pada pernyataan Presiden, presiden bukannya memastikan agar tidak ada praktik konflik kepentingan ke depan, Presiden malah biarkan, Presiden kala itu mengatakan silakan maju dalam kontestasi pemilihan presiden tidak perlu mundur sepanjang mengerjakan prioritas utama pekerjaan sebagai Menteri," ujarnya.
Menurut dia, seharusnya Jokowi menegaskan kepada bawahannya itu untuk mundur apabila ingin ikut kontestasi politik tahun 2024.
Bahkan, lanjut dia, Jokowi bisa memberhentikan anggota kabinetnya yang sudah terlihat ingin maju di Pemilu 2024.
"Kami memandang sikap itu sikap yang tidak jelas, Presiden seolah lupa bahwa mandat yang diberikan kepada Pak Jokowi di dalam undang-undang Dasar 1945 tepatnya pasal 17 ayat 2 Presiden mempunyai hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan Menteri-menteri kabinet yang mestinya Presiden menegaskan bahwa kalau ada anggota kabinet yang ingin maju 2024 silakan mengundurkan diri," tuturnya.
"Atau bahkan presiden tidak salah jika kemudian memberhentikan anggota kabinetnya yang sudah terlihat terang benderang ingin maju dalam kontestasi politik 2024," sambungnya.
Kurnia mengatakan, akan ada masalah yang sangat besar apabila hal itu terjadi, Bisa saja, kata dia, fasilitas negara akan dimanfaatkan untuk menaikkan popularitas.
"Ada potensi permasalahan yang sangat besar tahun 2023 kita sudah memasuki masa kampanye nanti dan bukan tidak mungkin ada anggota kabinet yang menggunakan fasilitas negara untuk menaikkan popularitas di hadapan masyarakat. Itu permasalahan pertama yang kami lihat tidak disikapi secara tegas oleh Presiden," jelasnya.
Kemudian, permasalahan konflik kepentingan lainnya yang dinilai ICW sebagai pembiaran adalah terkait Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang mempromosikan anaknya.
"Terdapat video yang memperlihatkan bagaimana pak Zulkifli saat membagi-bagikan itu mempromosikan bukan mempromosikan program-programnya, tapi mempromosikan agar masyarakat memilih putrinya yang kabarnya akan maju dalam kontestasi pemilihan legislatif mendatang," kata Kurnia.
ICW, kata dia, menilai tidak ada ketegasan Jokowi terkait kasus ini. Sanksi pun juga tak diberikan.
"Sulit memang membedakan secara langsung bagaimana kerja sebagai menteri untuk kepentingan negara dan di waktu yang sama yang bersangkutan juga menduduki posisi sebagai ketua umum partai politik, tapi presiden juga tidak tegas menjatuhkan sanksi administratif, administratif misalnya terhadap yang bersangkutan," imbuhnya.
Lebih lanjut, ICW juga menyoroti pembiaran konflik kepentingan lainnya saat Jokowi menunjuk anggota tim seleksi pemilihan anggota KPU dan Bawaslu.
"Yang mana salah satu anggota Timsel yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo bernama Juri Ardiantoro sempat tergabung dalam tim pemenangan atau tim kampanye nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin tahun 2019 yang lalu," tuturnya.
"Itu kami lihat sebagai konflik kepentingan mestinya agar menjaga independensi penyelenggara Pemilu, yaitu KPU dan Bawaslu Presiden tidak menunjuk pihak-pihak di lingkarannya apalagi lingkaran tersebut berkaitan dengan lingkaran politik 2019 yang lalu," kata dia. [Democrazy]