DEMOCRAZY.ID - Bukti rekaman CCTV terkait skandal buku merah sempat bocor di media sosial.
Dalam rekaman CCTV tersebut, diduga terlihat detik-detik perusakan buku merah di ruang kolaborasi KPK.
Kabarnya sosok perusak buku merah adalah 2 orang penyidik KPK yang berasal dari polisi.
Adapun sosok tersebut diduga adalah Harun dan Roland Ronaldy, mereka terindikasi merusak buku merah.
Isi dalam buku merah tersebut menjadi sebuah skandal karena berisi catatan aliran dana perusahaan CV Sumber Laut Perkasa, milik Basuki Hariman.
Skandal buku merah semakin panas karena nama jenderal Tito Karnavian ikut terseret.
Diduga dalam buku merah tersebut ada nama Tito Karnavian yang menerima aliran dana dari perusahaan CV Sumber Laut Perkasa.
Sosok penerima aliran dana itu tercatat rapih oleh sekretaris, Kumala Dewi Sumartono. Diduga ada sembilan kali uang mengalir kepada Tito dengan nominal mencapai Rp 8,1 miliar.
Skandal buku merah ini ternyata semakin panjang setelah adanya penyerangan ke penyidik senior KPK, Novel Baswedan.
Novel disiram air keras setelah subuh, peristiwa tersebut terjadi setelah Novel Baswedan bertemu dengan Tito Karnavian.
Setelah munculnya bukti baru adanya rekaman cctv dugaan perusakan buku merah, pihak Istana akhirnya menyenggol Tito Karnavian yang kala itu menjabat sebagai Kapolri
Jokowi mendesak agar Tito Karnavian mengusut tuntas kasus Novel Baswedan, mengingat periode yang diberikan 3 bulan setelah 19 Juli 2022.
Namun hingga kini kasus penyiraman novel konon katanya masih menyisakan sebuah kejanggalan.
Kini kasus buku merah yang menyeret nama Tito itu sudah senyap.
Pasalnya tidak ada bukti kuat hingga akhirnya kasusnya dinyatakan selesai.
Hal ini sempat diungkapkan oleh Irjen (Pol) Mohammad Iqbal yang kala itu jabat Kepala Divisi Humas Polri.
"Semua yang mengikuti proses gelar perkara sepakat bahwa tidak terbukti adanya perobekan barang bukti sebagaimana yang diisukan," ungkap Iqbal.
Diketahui, gelar perkara itu dilakukan pada tanggal 31 Oktober 2018 lalu.
Kabarnya, gelar perkara tersebut dihadiri pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan.
Misteri 'Buku Merah' yang Disita Polda Metro dari KPK
Polda Metro Jaya menyita 'buku merah' yang menyeret nama Kapolri Tito Karnavian atas dugaan suap impor daging sapi.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah membenarkan adanya penyitaan 'buku merah' oleh Polda Metro Jaya pada Senin (29/10) malam.
Juru Bicara KPK itu mengungkapkan, buku bank berwarna merah atas nama Ir. Serang Noor dengan nomor rekening 4281755174 BCA Kantor Cabang Utama Sunter Mall, Jakarta Utara, disita.
Disertai satu bundel rekening koran PT Cahaya Sakti Utama periode 4 November 2015-16 Januari 2017.
"(Disita pula) satu buah buku bank berwana hitam bertuliskan kas dollar PT Aman Abadi Tahun 2010," jelasnya, Selasa (30/10).
Febri menjelaskan, keputusan pimpinan KPK untuk memberikan dua barang bukti itu lantaran telah ada penetapan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 98/Pen.Sit/2018/PN.Jkt.Sel tertanggal 23 Oktober 2018.
Keputusan itu dilampirkan dalam surat yang dikirimkan oleh Kapolda Metro Jaya pada Ketua KPK pada Rabu (24/10) lalu.
"Pada penetapan pengadilan tersebut dicantumkan dua barang bukti yang diberikan izin oleh pengadilan untuk disita dan dua nama terlapor," jelasnya.
Febri menjelaskan, penyitaan tersebut dilakukan oleh penyidik dari Polda Metro Jaya.
Sementara itu dari KPK diwakili oleh Kepala Biro Hukum, unit Korsup Penindakan dan Labuksi.
Febri menjelaskan, jika mengacu pada surat yang dikirimkan oleh Kapolda Metro Jaya, penyitaan dilakukan dalam penyidikan tindak pidana dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.
Dalam surat tersebut tertulis pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 220, Pasal 231, Pasal 421, Pasal 422, Pasal 429 atau Pasal 430 KUHP sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 dan atau Pasal 23 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang terjadi pada tanggal 7 April 2017, di Jalan Kuningan Persada No. 4. RT 01, RW 06, Setiabudi, Jakarta Selatan.
Selain itu, Febri juga menjelaskan pihaknya siang ini telah memberikan jawaban atas praperadilan 133/Pid.Prap/2018/PN.Jkt.Sel. yang diajukan oleh MAKI di Pengadilan Negeri Jaksel.
"Pada jawaban tersebut, KPK menjelaskan bahwa proses hukum terhadap tiga orang telah dilakukan, yaitu Basuki Hariman, Patrialis Akbar dan Ng Fenny," jelasnya.
Lembaga antirasuah itupun menjelaskan penyobekan terhadap buku merah tengah disidik oleh Polda Metro Jaya sebagaimana surat yang pernah diterima oleh KPK.
"Sesuai hukum acara, setelah jawaban KPK, maka akan diagendakan pembuktian dari masing-masing pihak hingga putusan yang dijatuhkan dalam waktu tujuh hari," katanya.
Keterkaitan Buku Merah di Balik Penyerangan Novel
Indikasi keterkaitan skandal buku merah di balik penyiraman air keras sempat diungkap Tim Gabungan Pencari Fakta saat menemui Novel dan pimpinan KPK pada bulan Mei 2019.
Pertemuan di lantai 15 itu dihadiri dua wakil pimpinan KPK, La Ode Syarief dan Saut Situmorang.
Ikut juga dua pejabat biro hukum dan pengawas internal. Sedangkan dari tim pakar, dihadiri oleh Indriarto Seno Aji, Ifdhal Kasim, Nurcholis, dan Hendardi.
Novel mengaku terkejut dengan pernyataan anggota tim pakar yang menyatakan bahwa mereka sudah mengantungi petunjuk ihwal pelaku penyiraman.
Pelaku penyiraman tersebut terindikasi berkaitan dengan orang-orang di kepolisian. Tim tak merinci apa saja temuan-temuan yang melatari kesimpulan tersebut.
Yang bisa mereka jelaskan hanyalah dugaan motifnya saja.
“Saat itu disebut bahwa penyerangan terhadap saya terkait dengan buku merah,” kata Novel.
Namun pernyataan itu jauh berbeda dengan kesimpulan akhir TGPF yang dirilis 17 Juli 2019. Setelah enam bulan bekerja, yang bisa dihasilkan tim tersebut hanyalah memetakan motif dan hubungannya dengan kasus-kasus besar yang pernah ditangani Novel.
Sementara indikasi keterkaitan buku merah hilang dari laporan. Novel menganggap kesimpulan itu laiknya sebuah dagelan.
“Hasilnya jauh dari ekspektasi. Yang ada hanya mengolok-olok saya,” ujarnya.
Kesan bermain-main tergambar dari temuan tim yang dianggap hanya memojokkan dirinya.
Alih-alih menunjuk hidung pelaku penyiraman, tim malah menarik jauh ke belakang hubungan penyiraman air keras dengan peristiwa penembakan pencuri sarang burung walet yang pernah dituduhkan kepada Novel ketika ia bertugas sebagai Kasat Reskrim Polres Bengkulu pada 2004 silam.
Novel dianggap melakukan excessive use of power atau menggunakan kekuatan yang berlebihan dalam bertugas yang diduga memicu aksi balas dendam.
Novel sudah memperkirakan kesimpulan tim tidak membawa titik terang. Sejak awal, ia menyangsikan kemampuan tim bersikap imparsial karena tim ini dibentuk Kapolri dan diisi orang-orang yang sarat konflik kepentingan.
Menurut Novel, kasus ini akan tetap gelap jika presiden tidak membentuk tim independen yang lepas dari bayangan institusi kepolisian.
“Justru yang membuat kasus ini tidak terungkap karena adanya abuse of process,” ujarnya.
Nurcholis sebagai tim pakar tak membantah bahwa tim pernah melontarkan indikasi keterkaitan buku merah di balik penyiraman air keras.
Hubungan keterkaitan antara keduanya belakangan dianulir karena bukti pendukungnya tidak cukup kuat.
Menurut dia, kasus sarang burung walet dan lima kasus besar lain yang diduga melatari peristiwa penyiraman masih perlu didalami tim teknis yang ditugasi Kapolri selama tiga bulan.
“Masih ada waktu hingga akhir Oktober,” tutur dia.
Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komisaris Jenderal Idham Azis yang ditunjuk Kapolri mengomandani tim teknis enggan meladeni permintaan wawancara.
Begitupun dengan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal.
Permohonan wawancara kepada Tito melalui surat sejak empat pekan lalu tak mendapatkan respon. Begitupun dengan konfirmasi melalui pesan singkat. [Democrazy/DW]