DEMOCRAZY.ID - Komite Pengacara Untuk HAM dan Penguatan Demokrasi (KPUHPD), Abusaid Pelu, menyoroti pengangkatan Irjen Pol Andi Rian Djajadi sebagai Kapolda Kalimantan Selatan.
Ia mempertanyakan kebijakan tersebut lantaran Andi Rian merupakan sosok yang kontroversi.
Abusaid menyinggung dugaan keterlibatan Andi Rian Djajadi dalam kasus pemerasan oknum polisi terhadap Tony Sutrisno, pelapor penipuan arloji Richard Mille yang mengaku diperas 19 ribu dolar Singapura.
"Kenapa sih orang-orang yang selama ini oleh publik penuh dengan kontroversi, kok dipromosikan lagi jadi Kapolda? Apa sih prestasinya dia (Andi Rian) dibanding yang lain, yang kerja dalam diam, yang tidak asal senang?," kata Abusaid saat dihubungi, Kamis (27/10/2022).
Dugaan pemerasan oknum Polri terhadap korban penipuan jam tangan mewah Richard Mille mencuat setelah sebuah dokumen berisi diagram beredar di media sosial beberapa hari lalu.
Di dalamnya ada sejumlah nama petinggi Polri, antara lain Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto dan Kapolda Kalimantan Selatan Irjen Pol Andi Rian Djajadi yang sebelumnya menjabat Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim.
Dalam diagram itu disebutkan bahwa Andi Rian Djajadi saat menjabat Dirtipidum menerima uang sebesar 19.000 dolar Singapura (SGD) dari Tony Sutrisno, pelapor kasus penipuan arloji Richard Mille.
Uang itu diduga merupakan hasil pemerasan yang dilakukan oleh bawahan Andi Rian, Kombes Pol Rizal Irawan.
Adapun proses penyerahan duit itu dilakukan di ruangan pribadi Andi Rian.
Menurut Abusaid, jika Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ingin melakukan bersih-bersih institusinya, harus dimulai dari Mabes Polri.
Ini mengingat bahwa skandal Kepolisian yang terjadi akhir-akhir ini kerap melibatkan pejabat utama di tempat itu.
"Seharusnya di internal polisi kalau Pak Kapolri itu mau bersih-bersih kerja, mulai dari Mabes Polri," kata dia.
Abusaid menyarankan Sigit agar membuat sistem kontrol baru di institusi Polri.
Caranya adalah memasang kamera pengawas atau CCTV di ruangan-ruangan pejabat kepolisian mulai dari tingkat unit, direktorat, hingga pucuk pimpinan.
"Seharusnya Kapolri itu mulai pikirkan ada satu pusat kontrol di Mabes Polri yang CCTV itu diarahkan kepada seluruh unit-unit yang ada di Mabes Polri, khususnya di penegakan hukum," kata Abusaid.
Upaya ini dilakukan guna mencegah terjadinya praktik pemerasan yang biasa dilakukan di ruangan pribadi pejabat Polri.
Selain itu, CCTV juga berguna agar korban pemerasan yang dilakukan oleh oknum polisi memiliki bukti kuat untuk melaporkannya ke Divisi Propam Polri.
Jika kontrol itu berlaku, kata Abusaid, Tony Sutrisno memiliki peluang besar untuk membuktikan keterlibatan Irjen Andi Rian Djajadi dalam kasus pemerasan tersebut.
"Jika terjadi penyerahan uang segalan macam, kamu datang ketemu Brigjen AR (Andi Rian) itu tanggal berapa, di mana? Sehingga kalau ada sistem seperti itu saya yakin gampang itu membuktikannya," jelas Abusaid.
Abusaid mengimbuhkan, praktik lancung oknum polisi biasa dilakukan di tempat-tempat aman seperti ruangan pejabat Kepolisian.
Untuk itu, kata dia, seorang Kapolri harus mengawasi secara langsung kinerja jajaran Kepolisian melalui sistem kamera tersembunyi.
Semua kamera yang terpasang mesti terhubung ke satu ruang kontrol yang diawasi oleh Kapolri.
"Karena penegakan hukum itu kan institusi yang rawan suap. Mulai dari ruang Kabareskrim-nya sampai pada para direktorat, dirutnya, kasubditnya, sampai pada penyidiknya itu semuanya dipasangkan kamera dan kamera itu terpusat pada satu unit kontrol yang itu di bawah Kapolri," kata Abusaid. [Democrazy/poskota]