DEMOCRAZY.ID - Operasi false flag atau bendera palsu dulunya kerap digunakan untuk melegalkan sebuah serangan ke suatu negara.
Secara singkat bendera palsu adalah sebuah taktik untuk mencari alasan sebuah negara bisa menyerang negara lain.
Operasi ini membuat sebuah peristiwa yang seolah-olah negara lain melakukan serangan yang memang layak untuk dibalas.
Alasan ini perlu agar dia tidak terlalu disudutkan oleh banyak negara lain karena melakukan invasi.
Tetapi dalam pengertian modern, cakupan bendera palsu telah berkembang dalam berbagai bentuknya.
Mereka digunakan ketika suatu negara ingin menghindari pembalasan internasional atau kritik publik yang tajam atas tindakan militer yang agresif.
Di Indonesia, taktik ini diterapkan di dunia politik. Biasanya digunakan untuk menjatuhkan lawan politik yang dianggap tidak punya celah kelemahan.
Seperti yang sedang heboh saat ini, penyebaran 'Tabloid Anies' di sebuah masjid di Malang.
Kejadian ini sontak menjadi makanan bagi para pembenci Anies. Dan menjadi alasan untuk menghina hingga memfitnah Anies.
Jika kita mau membuka pikiran dan akal sehat, relawan Anies pasti tidak akan pernah melakukan hal tersebut.
Karena mereka tahu, Anies sedang dibidik dan difitnah memainkan politik identitas.
Meski pun faktanya, justru sosok-sosok di sebelah yang getol masuk keluar masjid mendekati ulama demi menggalang dukungan.
Dengan arti kata lain, dapat dipastikan kisruh tabloid ini sengaja dimainkan orang-orang yang tidak bertanggungjawab demi mendiskreditkan Anies Baswedan.
Tambahan fakta di lapangan juga berkata demikian. Yaitu wartawan TIMES Indonesia mendatangi lokasi penyebaran Tabloid Anies Baswedan.
Para pengurus masjid, mulai dari ketua takmir maupun sekretaris tiba-tiba menghilang.
Lalu, saat bertemu marbot masjid, diketahui bahwa sang marbot tengah sakit.
"Maaf bapak lagi sakit, kalau tanya soal itu (tabloid) ke takmir saja," kata Bu Yun, istri dari marbot Masjid Al Amin, Senin (19/9/2022).
Tak berhenti di situ, salah satu warga bernama Suroso saat ditemui membenarkan pembagian Tabloid Anies Baswedan tersebut.
Ia juga mendapatkannya usai melakukan Salat Jumat di Masjid Al Amin tersebut.
Namun, saat ditanya soal isi tabloid, ia mengaku tak mau tahu dan tak mau membaca tabloid tersebut.
Menurutnya, tabloid ini seperti akan membuat gaduh masyarakat dan ia tak mau tahu soal itu.
"Pokok tak lipet (pokok saya lipat saat dapat). Nggarai rame ngene iki (bikin ramai tabloid kayak gini)," tegas Suroso seakan sudah mencium kejanggalan di pembagian tabloid tersebut.
Sementara itu, TIMES Indonesia juga berhasil mendapatkan tabloid tersebut dari kerabat pemilik akun Twitter yang mengunggah Tabloid Anies Baswedan tersebut.
Ia tak bisa memberikan komentar panjang dan beralasan tengah berada di luar kota dan suaminya pun juga begitu.
"Seperti yang saya posting, ada beberapa pengurus masjid mengambil eksemplar tabloid dari tempat khotbah dan kemudian dibagikan kepada jamaah sepulang salat Jumat, kecuali anak-anak," ujarnya singkat. [Democrazy/WB]