DEMOCRAZY.ID - Deolipa Yumara, kuasa hukum Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumio mendadak menerima surat pencabutan kuasa hukum dari kliennya.
Bharada E kini berstatus sebagai salah satu tersangka pembunuhan berencana Brigadir J.
Namun, Deolipa menemukan sejumlah keanehan dalam surat pencabutan kuasa hukum kiriman Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumio yang ia terima.
Surat tersebut, menurut Deolipa, bukan dalam bentuk tulisan tangan, melainkan diketik rapi.
Padahal saat ini kliennya yang berstatus tersangka pembunuhan Brigadir J itu berada dalam tahanan.
Pengacara yang kerap berbicara blak-blakan tersebut mengaku mendapat "kode" khusus dari kliennya.
Deolipa yakin, Bharada E dalam tekanan saat menandatangani surat pencabutan kuasa hukum itu.
Menurut Deolipa, dia dan Bharada E telah bersepakat untuk memberikan tanda khusus untuk setiap surat yang ditulis. Kode itu menandakan keaslian surat.
"Surat kuasa atau surat apapun juga, kita sepakat harus ada tanggal dan jam di samping meterai. Kalau tidak ada itu berarti ada unsur paksaan," ungkap Deolipa di Apa Kabar Indonesia Pagi, Jumat (12/8/2022).
Dia sengaja mengungkapkan hal ini ke media, agar masyarakat paham bahwa kliennya dipaksa untuk melepas Deolipa.
Meski telah menerima surat pencabutan kuasa, Deolipa tetap masih merasa sebagai pengacara Bharada E.
Menurutnya, pencabutan belum resmi secara hukum karena pengacara belum bertemu langsung dengan klien.
"Pencabutan kuasa yang benar menurut hukum adalah klien dan pengacara harus ketemu, sepanjang tidak bertemu berarti tidak ada kesepakatan," tambah dia.
Sebelumnya, Polri telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus penembakan Brigadir J, yakni Irjen Pol Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan satu tersangka sipil bernama Kuat Maruf atau KM.
Keempatnya diduga melakukan pembunuhan berencana, Bharada E menembak Brigadir J atas perintah Irjen Pol Ferdy Sambo, sedangkan tersangka Bripka Ricky Rizal, serta Kuat Maruf ikut melihat dan membiarkan peristiwa tersebut terjadi.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. [Democrazy/tvone]