DEMOCRAZY.ID - Mantan Kabareskrim Polri Komjen (Purn) Susno Duadji meyakini hasil ekshumasi atau otopsi ulang jenazah Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J lebih akurat.
Menurut Susno tujuan ekshumasi adalah untuk medapatkan keadilan bagi penyidik guna membuat terang sebuah perkara.
"Ini kan dari pihak keluarga dan advokat mengajukan ke Polri untuk dilakukan ekshumasi. Karena mereka menyatakan setelah menerima jenazah, ternyata ditemukan tidak hanya luka tembak. Tapi ada luka-luka lain," kata Susno dalam sebuah wawancara seperti dikutip pada Rabu 27 Juli 2022.
Susno menyatakan apapun hasilnya, semua pihak harus legowo.
Begitu juga dengan Polri. Sebab, selama ini masyarakat menganggap prosesnya tidak benar.
Yang terlibat dalam proses otopsi kedua tidak hanya satu lembaga. Banyak yang terlibat. Yaitu dari TNI, rumah sakit dan perguruan tinggi.
"Jika nanti hasilnya memang ditemukan ada luka selain tembakan, ini akan berpengaruh pada penyelidikan dan penyidikan. Berpengaruhnya bisa 180 derajat. Misalnya yang awalnya dikira tembak menembak, tapi ternyata sebelum ditembak dianiaya dulu. Nah ini cerita kasusnya pun berubah," tegas Susno.
Termasuk, lanjut Susno, cerita penyebab kematiannya juga akan berubah.
Apakah Brigadir J tewas karena tembakan atau penganiayaan. Tugas dokter forensi dan balistik yang akan mencari penyebab kematiannya. Begitu juga mencari jarak tembaknya.
"Tapi kalau misalnya betul Brigadir J dianiaya dulu sebelum mati, maka cerita kasusnya akan berubah. Sekarang kan kasus yang beredar di masyarakat versi polisi adalah tembak menembak," papar mantan Kapolda Jabar ini.
Cerita versi polisi ini yang dianggap oleh masyarakat penuh kejanggalan.
"Yang dari atas Bharada E menembak ke bawah. Lima tembakan kena semua. Yang dari bawah Brigadir J nembak ke atas tujuh tembakan tak ada yang kena," tukasnya.
Terkait klaim Polri bahwa Bharada E membela diri, Susno punya analisis menarik. Dia menegaskan polisi tidak bisa sepihak menyatakan Bharada E membela diri.
"Ini harus melalui putusan pengadilan. Jadi harus jadi tersangka. Nanti di pengadilan dipertimbangkan apa betul membela diri atau tidak. Tetapi tetap harus jadi tersangka dulu," urainya.
Susno memprediksi kasus ini akan berubah. Dari yang awalnya membela, bisa berubah ada penganiayaan.
"Soal tersangka bisa jadi ada tersangka lain. Tak hanya Bharada E. Bisa jadi ada tersangka baru. Bisa jadi ada otaknya. Bisa jadi ada eksekutornya. Bisa jadi ada yang turut serta melakukan. Tapi apapun juga Bharada E tetap jadi tersangka. Karena Bharada E oleh polisi dinyatakan sudah mengakui sebagai pelaku tembak menembak. Berarti paling tidak dia sudah berbohong ini," tutur Susno.
Selanjutnya, kata Susno, penyidik bisa mencari tahu apakah Bharada E ini terlibat penganiayaan juga sehingga menyebabkan Brigadir J meninggal dunia.
"Misalnya ternyata Brigadir J sudah tewas dan Bharada E ikut menembak, maka juga dapat dijerat pidana. Menembak orang yang sudah mati itu ada hukumnya juga," bebernya.
Terkait kasus pelecehan, Susno menyebut semestinya sejak awal penyidikannya dihentikan. Sebab, dalam kasus pelecehan itu tersangkanya adalah Brigadir J.
"Sejak awal ini mestinya penyidikannya dihentikan. Karena berdasarkan hukum acara pidana dan SOP dari kepolisian, kalau tersangkanya sudah meninggal dunia kasusnya dihentikan. Buat apa menyidik orang yang sudah meninggal. Hukum memerintahkan dihentikan. Kalau kita masih melanjutkan penyidikan ya buang solar aja itu," jelasnya.
Dalam kasus ini istri Irjen Pol Ferdy Sambo yaitu Putri Candrawathi telah meminta perlindungan LPSK.
Menurutnya, tidak salah seseorang minta perlindungan. Namun, meminta perlindungan ada syarat-syarat tertentu.
"Silakan tanya LPSK apakah ibu ini memenuhi syarat atau tidak untuk mendapat perlindungan," pungkas Susno. [Democrazy/fin]