DEMOCRAZY.ID - Ketua DPP PDIP bidang ideologi dan kaderisasi, Djarot Saiful Hidayat, mengatakan Indonesia harus dipimpin oleh seorang yang memiliki ego besar.
Hal itu pula yang menurut Djarot dulu dimiliki Presiden pertama RI, Soekarno.
Meski memiliki ego besar, Soekarno, menurut Djarot tetap dan selalu mengedepankan kepentingan rakyat di atas segala-galanya.
Pernyataan Djarot itu disampaikannya dalam sambutan di acara Diskusi Publik Bung Karno dengan tema Arsitek Kemerdekaan Bangsa-bangsa di Kantor DPP PDIP, Jakarta.
"Seorang pemimpin harus punya ego yang besar. Apalagi memimpin bangsa Indonesia yang sangat kaya ini. Lebih dari 270 juta jiwa, puluhan ribu pulau-pulau, ratusan suku-suku, puluhan bahasa-bahasa daerah," ujar Djarot dalam sambutannya, Minggu (3/7).
"Bung karno memang sosok yang mempunyai ego. Ego yang besar," sambungnya.
Meskipun memiliki ego besar, kata Drajot, tak lupa akan peran dan fungsinya sebagai kepala negara untuk tetap mengabdikan dirinya bagi kesejahteraan masyarakat dan negara.
"Mempunyai ego yang besar tapi beliau bukan seorang egois yang mementingkan dirinya sendiri. Jiwa pengabdian beliau betul betul diabdikan kepada Tuhan. Diabdikan kepada rakyat, diabdikan kepada bangsa. Itulah dedication of life, yang selalu dibaca di dalam acara-acara partai," ucap Djarot.
Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini berharap sikap dan dedikasi itu dapat ditunjukkan oleh calon pemimpin yang kelak akan memimpin Indonesia, yakni untuk tetap memprioritaskan kepentingan masyarakat di atas segala-galanya.
"Sehingga perlu kita bertanya pada diri kita sendiri apa sumbangsih yang kita berikan kepada bangsa ini. Bukan menuntut selalu apa hak yang bisa saya ambil dari negara ini. Tapi tanyakan, kita punya kewajiban di samping kita juga punya hak. Maka hak dan kewajiban ini marilah kita bikin seimbang," kata Djarot.
Dalam acara itu, Djarot juga turut menceritakan sejumlah rentetan karya arsitektur karya Bung Karno semasa hidupnya mulai dari Patung Selamat Datang, Masjid Istiqlal, Gereja Katedral, Simpang susun Semanggi, Gelora Bung Karno, hingga Jembatan Ampera. [Democrazy]