DEMOCRAZY.ID - Cina Development Bank (CDB) meminta Indonesia menanggung pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung menggunakan APBN.
Merespon hal itu, Rahadian Ratry selaku Sekretaris Perusahaan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) memberi kabar terbaru.
"Ini sesuai dengan Pepres Nomor 93 Tahun 2021. Hingga saat ini, kami PT KCIC masih menunggu keputusan tersebut," kata Rahadian, Kamis (28/7/2022).
"Kami bersama kontraktor saat ini terus mengupayakan percepatan pembangunan dan persiapan operasional untuk memenuhi target tersebut," imbuhnya.
Proyek kereta cepat dengan rute Jakarta-Bandung itu semula diperkirakan menelan dana 6,07 miliar dolar AS.
Adapun taksiran terbaru biayanya mencapai 8 miliar dolar AS alias bengkak 1,9 dolar AS atau sekitar Rp27 triliun.
Sebelumnya, permintaan China akan hal itu disampaikan oleh Wahyu Utomo, Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian, melalui konferensi pers pada Selasa (27/6) lalu.
Wahyu menyebut permintaan itu kini sedang dirembuk oleh Kementerian Keuangan RI.
Pembengkakan biaya proyek kereta cepat ini juga sempat dibahas dalam rapat Komisi V DPR RI.
Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo yang ikut dalam rapat itu menjabarkan penyebab dana proyek yang kian membengkak.
Menurut Didiek, semua itu terkait dengan konstruksi, permesinan dan pengadaan serta biaya pembebasan lahan yang meningkat.
Pendanaan proyek kereta cepat menggunakan APBN sebenarnya telah melanggar janji pemerintah yang sejak awal mengatakan tak akan memakai duit negara.
Tahun lalu, pemerintah menerbitkan Perpres Nomor 93 Tahun 2021 sebagai pengganti Perpres Nomor 107 Tahun 2015.
Atas dasar aturan baru itu, Jokowi memperkenankan proyek kereta cepat didanai dengan APBN.
Kereta cepat Jakarta-Bandung sedianya ditarget rampung pada 2019 lalu, tetapi penyelesaiannya kerap molor.
Target terbaru, fasilitas ini diagendakan bisa beroperasi mulai tahun depan. [Democrazy]