DEMOCRAZY.ID - Anggota Komisi VII DPR RI, Paramitha Widya Kusuma mengkritisi rencana pemerintah ingin memberlakukan pemakaian aplikasi MyPertamina untuk pembelian bahan bakar Pertalite bagi masyarakat.
Menurut dia, masyarakat kecil selalu dibuat susah sama pemerintah.
“Pada dasarnya, saya tidak setuju dengan segala sesuatu yang membuat rakyat kecil ribet dan susah untuk mendapatkan apa yang sudah menjadi hak mereka. Apalagi menggunakan aplikasi seperti itu, pasti banyak yang tidak paham,” kata Paramitha melalui keterangannya pada Jumat, 1 Juli 2022.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini menilai akar permasalahan dari penggunaan aplikasi ada dua, yaitu subsidi tidak tepat sasaran, bensin bersubsidi tidak sampai kepada yang berhak.
Makanya mau pakai aplikasi baru lagi, padahal dulu sudah ada program digitalisasi lebih dari 5.500 SPBU.
“Lalu apa hasilnya digitalisasi SPBU itu? Berarti kan selama ini digitaliasi tidak benar-benar dijalankan dengan baik, padahal digitalisasi itu sudah memakan dana triliunan rupiah,” jelas dia.
Maka dari itu, Paramitha menyarankan daripada memakai aplikasi baru lebih baik Pertamina mengoptimalkan penggunaan digitalisasi yang sudah dipasang sejak lama.
Karena, kata dia, tujuan digitalisasi itu sudah jelas supaya Pertamina mempunyai data akurat dan transparan.
“Kalau saja penerapan dgitalisasi itu dilakukan dengan baik, maka sebenarnya data penjualan Pertalite, Solar, dan Pertamax sudah ada, jadi tidak perlu lagi pakai aplikasi baru untuk beli Pertalite. Ini terkait dengan akar masalah yang kedua yakni soal pengawasan,” ujarnya.
Dengan demikian, Paramitha menyodorkan dua solusi mengenai polemik aplikasi MyPertamina.
Pertama, kata dia, maksimalkan pemanfaatan digitalisasi.
Sebab, sudah lebih dari 90 persen SPBU dipasangkan alat digitalisasi di seluruh Indonesia tapi tidak dijalankan dengan baik.
“Itu saja dibetulkan pelaksanaannya. Kedua, BPH Migas tolong bekerja sesuai tupoksi. Ini kalau aplikasi MyPertamina gagal lagi dalam menyalurkan BBM bersubsidi kepada yang berhak, pasti yang diserang nanti Pertamina dan Patra Niaga, bukan BPH Migas,” ujarnya. [Democrazy/viva]