DEMOCRAZY.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) me-reshuffle kabinetnya hari ini, Rabu (15/6/2022).
Ada dua orang menteri dan tiga orang wakil menteri yang dilantik di Istana Negara, Jakarta Pusat.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, mengatakan reshuffle yang dilakukan Jokowi lebih didasari pada bagi-bagi kue politik.
Hal itu ditandai dari penarikan ketua umum partai ke dalam lingkaran kabinet.
"Jokowi harus objektif mengganti menteri yang benar-benar kinerjanya rendah. Kinerja para menteri idealnya berdasarkan hasil evaluasi sehingga dasar reshuffle lebih didasari pada pertimbangan profesionalisme," kata Jamil, Rabu (15/6/2022).
Reshuffle kabinet, kata Jamil, seharusnya mengarah pada menteri yang berkinerja rendah.
Jokowi harus berani mereshuffle mereka tanpa memandang asal partainya.
Sebaliknya, reshuffle tidak akan meningkatkan kinerja kabinet Jokowi bila atas pertimbangan akomodir politik.
Jokowi, misalnya, melakukan reshuffle hanya untuk mengakomodir menteri dari Partai Amanat Nasional (PAN).
"Kalau reshuffle atas pertimbangan tersebut, maka sebanyak apa pun reshuffle dilakukan kinerja kabinet tidak akan meningkat," ujar Jamil.
"Padahal Jokowi harus menuntaskan semua janji politiknya saat berkampanye. Waktu yang sudah semakin dekat, tentu janji-janji politiknya akan sulit diwujudkan bila kabinet Jokowi hanya berdasarkan pertimbangan akomodir politik," tambahnya.
Jika dasarnya atas kinerja, Jamil melanjutkan, maka Sofyan Djalil sangat tidak layak di-reshuffle.
Sebab, selama ia menjadi menteri yang menangani pertanahan ini kinerjanya cukup baik.
Berbeda halnya bila reshuffle atas dasar akomodir politik, maka Sofyan Djalil sangat berpeluang di reshuffle.
"Sebab, Sofyan Djalil orangnya Jusuf Kalla yang sudah tidak lagi seirama dengan politiknya Jokowi," kata Jamil. [Democrazy/poskota]