DEMOCRAZY.ID - Survei Litbang Kompas menunjukkan sebanyak 87,8% pendengung (buzzer) menjadi peruncing polarisasi.
Anggota DPR dari Fraksi NasDem Willy Aditya menilai melakukan penindakan hukum terhadap buzzer bukanlah hal yang sederhana.
"Penindakan terhadap mereka (buzzer) tidak bisa dengan tuduhan bahwa mereka adalah pemecah belah bangsa, misalnya, atau tuduhan-tuduhan bahwa mereka membuat masyarakat kita terbelah. Itu tidak bisa, karena itu terkait koridor hukum yang berlaku," kata Willy kepada wartawan, Senin (6/6/2022).
Willy menyebut penindakan hanya bisa dilakukan apabila seseorang melakukan pelanggaran hukum.
Bagi mereka yang tak melanggar, kata Willy, tidak bisa dilakukan penindakan.
"Jadi kalau para buzzer itu tidak disebut melanggar hukum ya tidak bisa ditindak, meskipun kita bisa menilai mereka membuat polarisasi sosial," tutur dia.
Willy lalu menyinggung landasan hukum yang mengatur tentang buzzer ini.
Ketua DPP NasDem itu menilai negara akan menghadapi berbagai persoalan jika ingin membuat payung hukum terkait pendengung ini.
"Kalau pun mau ya negara harus membuat payung hukumnya. Tapi itu sulit dan problematis, sebab nanti negara bisa dituduh bertindak sewenang-wenang dan tidak menghormati kebebasan berpendapat dan berekspresi. Jadi urusannya tidak sesederhana," jelasnya.
Minta Tak Perlu Emosional
Selain itu, Willy menyebut buzzer tidak perlu direspons secara emosional. Dia menambahkan bahwa masalah buzzer ada pada ranah sosial dan kebudayaan.
"Menurut saya, hal semacam ini adalah masalah sosial dan kebudayaan. Oleh karena itu, upaya mengatasinya juga dengan berada di ranah itu. Jangan di ranah yang lain. Dengan memakai instrumen hukum misalnya, jangan! Itu hanya akan melahirkan masalah baru dalam kehidupan bernegara," sebut Willy.
Oleh sebab itu, Willy mengusulkan agar dilakukan penguatan literasi kebudayaan dan cara menggunakan media sosial. Dia juga mengajak untuk membangun kultur dialog yang sehat.
"Membiasakan untuk berbeda pendapat namun tetap saling menghormati dan tanpa harus merendahkan pihak lain. Atau kalau di ranah politik ya biasakan membangun politik gagasan, bukan politik yang didasarkan pada sentimen atau dasar like/dislike. Intinya, semua hal itu didasarkan pada rasionalitas, bukan sebaliknya," katanya.
Minta Abaikan Buzzer
Menghadapi persoalan buzzer yang dinilai menjadi peruncing polarisasi ini, menurut Willy, memang bukan perkerjaan yang mudah.
Dia menyebut butuh waktu lama untuk memperbaiki dan mencegah polarisasi ini.
"Dan mengatasi situasi semacam ini bukan pekerjaan sehari dua hari bahkan setahun dua tahun. Ini pekerjaan peradaban yang membutuhkan mungkin satu atau dua generasi ke depan untuk memperbaikinya," tutur dia.
Menurut Willy ada hal yang sederhana yang bisa dilakukan untuk mencegah meruncingnya polarisasi itu.
Dia mengajak warga untuk perpikir kritis dan meninggalkan para buzzer.
"Wujud yang paling sederhananya, mulai tinggalkan para buzzer itu. Unfollow mereka, jangan dengarkan mereka. Mulailah punya pikiran dan sikap sendiri," pungkasnya. [Democrazy/detik]