DEMOCRAZY.ID - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menilai peran serta masyarakat dalam menyerukan kepemimpinan untuk tahun 2024 layak diapresiasi.
"Tema yang diangkat cukup menarik, 'Koalisi Rakyat untuk Poros Perubahan'. Ini kalau dalam kalimat yang lebih singkat, padat dan jelas adalah Rakyat Bersatu Tak Bisa Dikalahkan!" ujar LaNyalla dalam diskusi publik 'Koalisi Rakyat untuk Poros Perubahan' yang digelar Komite Peduli Indonesia di Bandung, Jawa Barat, 26 Juni 2022.
Senator asal Jawa Timur itu tak mempersoalkan partai politik yang tengah sibuk menyusun koalisi.
"Silakan saja. Justru dari sini harus kita awali; rakyat juga bisa menyusun koalisi, yaitu koalisi rakyat bersatu untuk perubahan Indonesia yang lebih baik," katanya.
Karena pemilik kedaulatan yang sesungguhnya adalah rakyat, bukan partai politik, katanya.
Demokrasi, dia mengingatkan, harus menjadi alat rakyat, bukan rakyat dijadikan alat demokrasi.
LaNyalla meyakini masih banyak kader partai politik yang memiliki idealisme.
Namun, dengan mekanisme pemilihan anggota DPR yang memberikan peluang kepada peraih suara terbanyak, mereka sering tersingkir dalam pemilu karena keterbatasannya.
Dia juga meyakini masih ada anggota DPR RI yang masih memiliki idealisme.
Tetapi, dengan mekanisme satu suara fraksi dan aturan recall serta ancaman PAW, tentu melemahkan perjuangan tersebut.
"Sehingga harapan para pendiri bangsa agar tumbuh generasi yang lebih sempurna tidak terwujud. Karena hari ini yang tumbuh subur adalah oligarki ekonomi yang menyatu dengan oligarki politik untuk menyandera kekuasaan agar negara tunduk dalam kendali mereka," ujarnya.
Bangsa Indonesia pun sudah tak lagi mengerti kedalaman makna kata ‘republik’ yang dipilih oleh para pendiri bangsa.
Padahal, dalam kata republik tersimpul makna filosofis yang sangat dalam, yakni res-publica, yang artinya kemaslahatan bersama dalam arti seluas-luasnya.
"Itulah mengapa kesadaran kebangsaan ini harus kita resonansikan kepada seluruh elemen bangsa ini. Bahwa kedaulatan rakyat harus kita rebut kembali, karena rakyat adalah pemilik sah negara ini," ujar LaNyalla.
Sebagai Ketua DPD RI yang mewakili daerah, ia telah berkeliling ke 34 provinsi dan lebih dari 300 kabupaten/kota.
Ia bertemu langsung dengan stakeholder yang ada di daerah, mulai dari pejabat pemerintah daerah hingga elemen masyarakat, baik akademisi, agamawan, pegiat sosial, dan kerajaan Nusantara.
"Saya menemukan satu persoalan yang hampir sama di semua daerah, yaitu ketidakadilan yang dirasakan masyarakat dan kemiskinan struktural yang sulit untuk dientaskan. Inilah yang menurut saya persoalan fundamental bangsa ini," terangnya.
Masalah itu tidak pernah bisa diselesaikan dengan pendekatan yang kuratif dan karitatif.
Pun haknya tak pernah bisa diselesaikan dengan pendekatan parsial dan sektoral.
"Karena penyebabnya ada di hulu dan bukan di hilir, yaitu negara ini yang semakin menjadi negara yang sekuler, liberal, dan kapitalistik," katanya.
Oleh karenanya, ia memutuskan untuk bertindak dan berpijak sebagai negarawan, sehingga ia tak melihat persoalan ini dalam perspektif sektoral.
Persoalan konstitusi tidak boleh hanya direduksi terbatas kepada penguatan peran kelembagaan DPD RI namun harus lebih fundamental dari itu.
"Saya bisa saja egois dan hanya mendorong penguatan DPD RI melalui gagasan amandemen berikutnya. Tetapi sebagai negarawan, saya harus adil sejak dalam pikiran, harus jernih sejak dari hati. Dan, harus memadukan akal, pikir dan dzikir," tutur LaNyalla.
LaNyalla berpendapat, pilihan tepat saat ini adalah terus mendorong kesadaran seluruh elemen bangsa kembali ke Pancasila.
Mengembalikan konstitusi negara ini kepada nilai-nilai Pancasila yang tertulis di dalam naskah pembukaan konstitusi. [Democrazy]