DEMOCRAZY.ID - Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (LHK) Siti Nurbaya Bakar menanggapi persoalan kualitas udara di Ibu Kota DKI Jakarta yang beberapa kali disebut jadi yang terburuk di dunia.
Menurut Siti, yang terpenting adalah menindaklanjuti hasil analisis soal kualitas udara tersebut.
"Itu kan hasil monitoring analisis pakai metode tertentu dari swasta, ada istrumen yang dia pakai, saya tidak bermaksud membela diri tetapi kita lihat dari metode yang biasa dipakai," ujar Siti di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (20/6/2022).
Menurut dia, ada perbedaan metode yang digunakan untuk mengukur kualitas udara di masing-masing lembaga.
Termasuk KLHK. Jakarta, kata dia, di metode dan analisis yang lain, bukan yang terburuk,
"Nanti saya kasih data analisisnya. Bahwa pada saat yang sama, DKI bukan yang sekian itu, nomor 44. Jadi sebetulnya buat saya itu hanya ukuran dan indikator. Dan kita paling penting adalah kita lihat metodenya apa sih yang dipakai. Selain itu apa tindaklanjutnya. Itu yang paling penting," tambahnya.
Sebelumnya, DKI Jakarta sempat menempati posisi pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada Rabu (15/6/2022).
Hasil tersebut dipublikasikan oleh situs IQ Air yang mengoperasikan informasi kualitas udara real-time gratis terbesar di dunia.
Dikutip dari Kompas TV, indeks kualitas udara di DKI Jakarta mencapai angka 185 AQI US pukul 10.00 WIB yang menyebabkan masuk ke dalam kategori merah atau tidak sehat.
Kemudian indeks kualitas udara tersebut mulai menurun ke angka 165 AQI US pada pukul 12.00 WIB dan terus menurun ke kategori sedang di angka 65 AQI US pukul 17.00 WIB.
Humas Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Yogi Ikhwan mengungkapkan, penyebab buruknya kualitas udara di DKI Jakarta karena kelembapan tinggi dan suhu yang rendah.
Kualitas udara yang buruk tersebut diperparah dengan kontribusi polusi udara dari kendaraan bermotor di jalanan DKI Jakarta.
"Berdasarkan data dari Stasiun Pemantauan Kualitas Udara (SPKU) yang dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta pada tanggal 15 Juni 2022 sejak dini hari kelembapan tinggi, sedangkan suhunya rendah. Akibatnya, polutan pencemar udara terakumulasi di lapisan troposfer," kata Yogi, Rabu (15/6/2022). [Democrazy]