DEMOCRAZY.ID - Menkum HAM Yasonna H Laoly dan Menko Polhukam Mahfud MD mengkritik para ahli hukum yang hadir dalam Simposium Nasional Hukum Tata Negara yang digelar di Hotel Westin, Kabupaten, Badung, Bali, Rabu (18/5).
Mahfud menilai, para ahli hukum kerap memihak pada kepentingan politik tertentu saat memberikan opini tentang isu ketatanegaraan dan administrasi negara yang sedang menjadi polemik.
"Seringkali (ahli hukum) terlibat dalam pandangan-pandangan politik yang memihak, sehingga kalau ada sesuatu, kata yang satu begini yang satu begini," kata Mahfud MD.
Mahfud menuturkan, adanya perbedaan pendapat antara ahli hukum dalam memandang isu tata negara atau administrasi negara sejatinya baik demi perkembangan ilmu pengetahuan.
Namun, pendapat ahli hukum tersebut pada akhirnya tidak objektif saat dilontarkan dengan maksud memihak kepentingan tertentu.
"Itu sebenarnya nggak papa, biasa dalam ilmu tapi kalau kemudian terlibat dalam dukung-mendukung agenda politik yang kemudian tidak jernih keluar dari intelektualitas, maka itu tidak bagus," kata dia.
Mahfud menegaskan, posisi ahli hukum dengan dirinya dan Yasonna berbeda saat memberikan pandangan hukum kepada masyarakat.
Para pejabat yang berasal dari kalangan akademi melontarkan pendapat mewakili pemerintah. Pendapat tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara politik.
Sedangkan, ahli hukum sepantasnya memberikan pandangan yang objektif.
"Akan beda bagi Saya dan Pak Yasonna karena ini memang pemerintah, punya pilihan-pilihan kebijakan yang harus dipertanggungjawabkan. Jadi kalau saya memilih, ini bertanggung jawab secara politik, tapi kalau ilmuwan, organisasi akademisi seperti saudara itu harus jernih," kata dia.
Sementara Yasonna meminta para ahli hukum untuk bersikap bijak dan mengutamakan hati nurani dalam memberikan pendapat kepada masyarakat.
"Ini penting sekali saya sampaikan secara objektif dan benar. Terkadang kita terjebak dengan unsur-unsur politis, saya lihat sebagai pengajar, sebagai ilmuwan, kita harus jernih dalam mengambil sikap dan putusan dan pikiran untuk disampaikan kepada publik," kata dia.
Yasonna menganalogikan ahli hukum berpolitik ini seperti Power Point.
Aplikasi ini adalah sebuah program komputer untuk presentasi yang dikembangkan oleh Microsoft di dalam paket aplikasi kantoran.
Menurutnya, akademisi memiliki poin atau pendapat yang jelas terkait suatu hal.
Namun tidak memiliki power atau kekuatan dalam dunia politik. Hal ini berbanding terbalik dengan seorang politikus.
"Jadi, akademika masuk politik itu seperti Power Point. Kalau akademisi itu punya point tapi tidak punya power. Tetapi politisi itu punya power tapi tidak punya point. Untungnya saya dengan Prof Mahfud itu akademisi dan politisi, punya power punya point," kata dia. [Democrazy/kumparan]