DEMOCRAZY.ID - Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhyiddin Junaidi mengecam perlakuan Imigrasi Singapura terhadap Ustaz Abdul Somad (UAS).
“Deportasi terhadap Prof. UAS oleh pihak Imigrasi Singapura adalah bentuk nyata bahwa negara jiran tersebut masih belum mengubah sikapnya yang sangat pro-Islamofobia akut,” kata Kiai Muhyiddin melalui keterangan tertulis kepada Suara Islam Online, Selasa (17/5/2022).
Menurutnya, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saja secara resmi sudah menetapkan tanggal 15 Maret sebagai peringatan Hari Anti Islamofobia dunia.
Keputusan itu didukung sepunuhnya oleh semua anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan seluruh anggota OKI.
“Kebijakan Pemerintah Singapura sangat tak bersahabat dan melanggar kesepakatan Majelis Umum PBB dan semua negara anggota yang cinta damai,” jelas Kiai Muhyiddin.
Oleh karena itu, kata dia, umat Islam Indonesia dan ormas-ormasnya harus mendesak agar ada klarifikasi resmi dari Pemerintah Singapura.
“Singapura juga secara resmi menolak perjanjian ektradisi dengan Indonesia dengan seribu alasan. Begitu banyak para koruptor Indonesia yang menjadikan negara tersebut sebagai Sanctuary Country (negara suaka) yang aman. Mereka dengan mudah dan tanpa kendala bisa menjalankan aktivitas bisnis di wilayah Indonesia,” ungkap Kiai Muhyiddin.
Mantan Wakil Ketua Umum MUI itu juga mengaku pernah mengalami perlakuan yang tidak mengenakkan di Singapura.
“Saya juga pernah mengalami nasib yang sama November 2015 usai kembali dari Kuching dan masuk ke Singapura untuk urusan bisnis hanya beberapa jam saja. Pihak imigrasi melakukan interogasi selama tiga jam dengan mencari alasan sepele,” ujarnya.
“Semua dokumen diperiksa. Ternyata mereka mencari dokumen (makalah) saya dalam World Peace Conference yang diselenggarakan Muslim World League di mana materi saya tentang tantangan dakwah kawasan dan sikap Singapura yang sangat pro Islamofobia,” tambah Kiai Muhyiddin.
Selain itu, Ketua Hubungan Kerja Sama Internasional PP Muhammadiyah itu juga meminta pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk melakukan protes terhadap Singapura.
“Kemenlu harus memanggil Dubes Singapura sebagai protes atas perlakuan yang tak bersahabat kepada warga Indonesia. MUI dan semua ormas Islam juga harus bersikap tegas dan menuntut klarifikasi resmi pihak Singapura. Ini bentuk komitmen umat Islam atas kesepakatan Majelis Umum PBB,” tegas Kiai Muhyiddin.
Ia menilai, selama ini umat Islam selalu menjadi korban dari sikap Islamofobia.
“Di dunia memang hanya umat Islam yang selalu dikambinghitamkan dengan aneka dalih yang sengaja dibuat sebagai alat pembenaran,” tuturnya.
Kiai Muhyiddin juga berpesan agar umat Islam Indonesia bersikap tegas terhadap Singapura dengan melakukan pemboikotan.
“Kepada umat Islam Indonesia seharusnya tak usah lagi transit di negara tersebut atau menggunakan maskapai Singapura dalam perjalanan ke luar negeri,” tegasnya.
Ketua Dewan Pembina Jalinan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI) itu menegaskan bahwa peringatan PBB tentang Hari Anti Islamofobia harus dikawal oleh umat Islam dunia.
Karena secara faktual memang umat Islam selalu jadi sasaran atau objek tindak kekerasan.
“Sementara agama lain dan pengikutnya punya nasib berbeda. Di negara yang mayoritas warganya umat Islam seperti Indonesia, kasus Islamofobia semakin gencar dan tumbuh bagaikan jamur. Bahkan pelakunya dibayar dan dijamin aman,” tandas Kiai Muhyiddin. [Democrazy/SuaraIslam]