DEMOCRAZY.ID - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan modus baru radikalisme di kampus berupa propaganda, yaitu penyebarluasan informasi terkait kegiatan maupun rekrutmen kelompok radikal.
“Modus baru itu misalnya propaganda ISIS. Ini melibatkan kalau ada di kampus seperti yang di Universitas Brawijaya seperti menjadi kepanjangan tangan penyebarluasan informasi berkaitan dengan kegiatan mereka dan termasuk kegiatan rekrutmen. Mem-posting konten-konten,” kata Boy Rafli kepada wartawan usai menghadiri rapat kerja bersama Komisi III di Gedung DPR, Senin, 30 Mei 2022.
Boy Rafli menyampaikan kelompok radikal seperti ISIS memerlukan media untuk menyebarkan misi-misi kelompoknya.
Hal inilah yang menjadi kekhawatiran pihaknya karena bisa berujung pada pelanggaran hukum.
“Istilahnya itu, didukung oleh user-user individu yang menjadi suatu pelanggaran hukum. Melakukan posting ulang, menulis narasi-narasi mulai dari luar negeri pada unsur-unsur dalam negeri masuk kepada mereka yang kemudian mereka sebar ke teman-temannya. Ini menjadi potensi tumbuhnya radikalisasi di lingkungan dia (kampus). Itu yang kita tidak mau,” katanya.
Dia mengatakan upaya yang diambil BNPT, yaitu melaui literasi di kampus-kampus untuk bekerja sama dengan civitas akademika untuk program-program pencegahan.
“Jika telah terlibat, hukum dong. Kalau kami, kan mandatnya adalah program-program pencegahan, peningkatan wawasan kebangsaan di kalangan para mahasiswa/mahasiswi, tetapi kalau sudah masuk kepada hukum positif yang menegakkan hukumnya adalah penyidik,” ucap Boy.
Soal kampus yang terindikasi adanya radikalisme, kata Rafli, pihaknya tidak bisa membuka identitas lantaran berpotensi menimbulkan kegaduhan.
“Kami tidak bisa menyebutkan karena bisa menimbulkan keresahan. Ya, artinya kita lebih mengedepankan memitigasi kalau dari hasil penyelidikan lebih kepada informasi intelejen yang masih belum bisa dibuka,” ujarnya.
Boy Rafli mengatakan proses penyelidikan, monitoring intelejen bisa saja berbuntut pada proses hukum.
Namun, BNPT, kata Rafli, mengajak bersinergi dan berkolaborasi pihak kampus dalam mencegah radikalisasi.
“Itu berjalan, cuman kalau kita gembar-gemborkan juga bisa menimbulkan keresahan. Namun, program-program pencegahan kita selama ini mengajak bekerjasama,” kata Boy.
Berkaitan dengan kegiatan keagamaan di kalangan anak SMA, seperti rohis, Boy tidak dapat mengatakan kegiatan tersebut mengarah pada radikalisme.
“Kita tidak bisa mengatakan kegiatan-kegiatan rohis itu mengarah ke sana (radikalisme), ya. Itu tidak boleh, tetapi kita lebih melihat bagaimana konten, oknum-oknum yang mengarah ke sana kalau kegiatan-kegiatan yang sifatnya resmi ada kampus, itulah yang kami berikan semacam masukan,” katanya. [Democrazy/tempo]