DEMOCRAZY.ID - Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Sa'adi menyatakan prihatin terhadap kasus penolakan Singapura terhadap Abdul Somad atau UAS.
UAS ditolak karena dianggap sosok ekstremis.
Kendati demikian, Zainut meminta semua pihak menghargai otoritas Singapura dan tidak merespons kasus penolakan tersebut berlebihan.
"Jadi menurut saya, masalah pencekalan terhadap UAS itu, meskipun kita ikut prihatin terhadap kejadian tersebut, sebaiknya kita tetap bersikap proporsional, tidak perlu emosi yang berlebihan. Apalagi mengaitkan masalah tersebut dengan intervensi politik negara, misalnya menyebut 'pesanan Jakarta'. Hal tersebut sangat tidak relevan dan tidak beralasan," ujar Zainut lewat keterangan tertulis, Jumat, 20 Mei 2022.
Menurut Zainut, kejadian penolakan seperti ini sering terjadi.
"Misalnya Pak Prabowo pernah tidak diijinkan masuk ke Amerika Serikat. Hal serupa juga menimpa mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo ditolak masuk ke Amerika Serikat tahun 2017. Dan saya kira masih banyak kejadian serupa yang menimpa warga negara Indonesia lainnya. Jadi menurut saya hal tersebut hal biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan," ujar dia.
Zainut menilai lebih bijak jika kasus ini dijadikan muhasabah atau introspeksi untuk mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa tersebut.
"Mari kita membangun sikap hidup yang lebih terbuka dan toleran agar tidak selalu dihantui perasaan curiga dan syak wasangka yang berlebihan. Ajaran agama Islam mengajarkan bahwa kita harus menjauhi prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa," tuturnya.
Kementerian Dalam Negeri atau Kemendagri Singapura membenarkan telah menolak kedatangan Abdul Somad di negara mereka pada Senin, 16 Mei 2022.
“Somad dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tidak dapat diterima di masyarakat multi-ras dan multi-agama Singapura,” bunyi keterangan Kementerian Dalam Negeri Singapura dikutip dari laman resminya, Selasa, 17 Mei 2022
Anggota DPR RI Fraksi PKS Bukhori Yusuf menyatakan, secara prinsip dapat menghormati hak otoritas Singapura untuk menerima atau melarang kedatangan warga negara asing yang memasuki wilayah kedaulatannya.
Kendati demikian ia tidak terima dengan pertimbangan otoritas Singapura melarang UAS masuk dengan alasan bahwa yang bersangkutan dianggap sebagai penceramah yang menyebarkan ajaran ekstremis dan bersifat segregasi.
“Kami menganggap pernyataan tersebut sebagai tuduhan yang serius dan sensitif bagi umat Islam. Padahal, UAS dikenal sebagai cendekiawan muslim yang memiliki pengaruh besar dan dihormati karena ceramahnya dapat diterima secara luas oleh masyarakat Indonesia, bahkan kawasan," ujar anggota Komisi VIII DPR RI itu, Kamis, 19 Mei 2022.
Ketua DPP PKS ini mendorong pemerintah Indonesia membela harga diri warga negaranya yang dilecehkan dengan menyampaikan protes dan menuntut permintaan maaf pemerintah Singapura atas pandangan negatifnya terhadap UAS.
“Kami menghargai sikap mereka untuk menolak. Akan tetapi, kami tidak bisa menerima pernyataan mereka yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya sehingga menyakiti hati umat Islam. Sebab itu, kami meminta pernyataan itu segera dicabut,” tuturnya.
Jubir Kemenlu Teuku Faizasyah mengatakan, upaya perlindungan sudah dilakukan pemerintah dengan mengirimkan nota diplomatik melalui KBRI.
"Apa yang dilakukan pemerintah (KBRI) melalui memintakan informasi melalui nota diplomatik adalah bentuk perlindungan WNI," tuturnya.
Dubes RI untuk Singapura, Suryopratomo mengatakan, pemerintah tidak bisa mengintervensi keputusan Singapura menolak UAS.
"Seperti halnya persona non grata, itu adalah hak dari setiap negara," ujar pria yang akrab disapa Tommy itu saat dihubungi Tempo, Kamis, 19 Mei 2022 [Democrazy/tempo]