DEMOCRAZY.ID - Istilah kafir menjadi perbincangan beberapa tahun terakhir dan kembali hangat setelah Ustadz Abdul Somad (UAS) ditolak masuk Singapura.
Salah satu poin yang disoroti Pemerintah Singapura adalah UAS menggunakan istilah kafir bagi non muslim.
Sebenarnya, bagaimana istilah kafir dalam Islam? Tepatkah penggunaannya jika ditujukan kepada non muslim? Pengasuh Pesantren Al Bahjah, Yahya Zainul Ma'arif yang dikenal dengan Buya Yahya menjelaskan istilah kafir yang dimaksud.
Dalam penjelasannya, Buya Yahya mengutarakan terlebih dahulu dalam Islam dikenal lafadz, makna, dan istilah.
Lafadz dan makna biasanya menjadi satu kesatuan. Sementara jika satu kata diketahui istilahnya, maka yang digunakan adalah hal itu.
Contoh, lafadz sholat yang bermakna doa. Namun, secara istilah, sholat adalah amalan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Ini yang diikuti.
Tidak benar jika sholat hanya dimaknai berdoa saja tanpa melakukan gerakan dan bacaan yang disunnahkan.
Untuk kata 'kafir' tidak ada istilah yang digunakan, tetapi langsung kepada lafadz dan makna langsung sesuai Al Quran.
"Kafir jelas, yang tidak bisa menerima Islam dan Rasulullah Saw namanya kafir ... Di dalamnya ada Yahudi, Nasrani, Kong Hu Cu," ungkap Buya Yahya sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Al Bahjah TV yang tayang 16 April 2022.
Kata kafir tidak dimaksudkan untuk merendahkan nonmuslim, kecuali ada yang mengkonotasikannya dengan penjahat dan kehinaan. Ini menurut Buya Yahya, salah.
"Non muslim ya kafir. Kafir itu dalam bahasa Indonesia ya non muslim," jelas Buya Yahya.
Buya Yahya mengingatkan, umat Muslim sendiri jangan bertentangan. Jangan sampai disebarkan yang menyebabkan orang alergi, karena kata kafir dianggap perendahan.
"Waktu kita mengatakan Anda kafir bukan sebagai penjahat, tetapi karena tidak menerima ajaran Islam," sambung Buya Yahya.
Menurut Buya Yahya, orang tidak menerima Islam tidak jahat. Mungkin saja bagi dirinya agama Islam tidak baik.
Buya sendiri menegaskan, dirinya tidak ingin mengganti kata kafir dalam ucapannya, karena maknanya bukan merendahkan atau jahat. Kata tersebut sudah digunakan lama dan ada dalam Al Quran.
"Jangan menghapus istilah hanya karena orang menghantam," tegas Buya.
"Istilah jangan dimaknai sebagai permusuhan atau intoleransi. Bahkan, orang Nasrani bisa saja menjebut Muslim sebagai kafir dari agama mereka. Semua harusnya bijak dalam menyikapi," pungkas Buya Yahya. [Democrazy/tangsel]