DEMOCRAZY.ID - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB), Rudi S Kamri ikut menyoroti aksi yang dilakukan Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) dan Pertahanan Ideologi Sarekat Islam (Perisai) di Kedutaan Besar (Kedubes) Singapura.
Seperti diketahui, massa yang tergabung dalam PA 212 dan Perisai menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Kedubes Singapura buntut kasus Ustaz Abdul Somad (UAS) yang dideportasi dari Singapura.
Rudi S Kamri lantas mengatakan bahwa tuntutan dari PA 212 maupun Perisai sangat menggelikan.
Rudi S Kamri kemudian membacakan tiga tuntutan utama yang dibawa oleh PA 212 dan Perisai ke Kedubes Singapura.
“Dua-duanya sama. Tuntutannya menurut saya sangat menggelikan," ujar Rudi S Kamri melalui channel Youtube Kanal Anak Bangsa dilansir pada Sabtu, 21 Mei 2022.
"Mereka (PA 212 dan Perisai) tersinggung karena ulama mereka merasa dizalimi selama ditahan di kantor imigrasi di Pelabuhan Tanah Merah, Singapura,” tambah Rudi S Kamri.
“Kedua, mereka menuntut Pemerintah Singapura memberikan klarifikasi dan minta maaf secara terbuka, dan berikutnya mereka juga minta kepada Duta Besar Singapura di Indonesia untuk keluar dari Indonesia,” imbuh Rudi S Kamri.
Menurut Rudi S Kamri, tuntutan dari mereka, terutama tuntutan ketiga sangat lucu.
Sebab, tidak semudah itu untuk mengusir Dubes suatu negara dari negara tertentu.
“Lucu sekali, yang ketiga ini lucu. Ini mereka-mereka mungkin tidak paham bahwa dalam tata etika hubungan kedua negara untuk persona non grata, apalagi level Dubes itu gak semudah itu,” jelasnya.
Apalagi, menurut Pengamat Sosial dan Politik ini, UAS bukanlah sosok yang terlalu penting.
“Apalagi terkait dengan seorang Abdul Somad yang menurut saya bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa,” kata Rudi S Kamri.
Lebih lanjut, Rudi mengatakan bahwa UAS ditolak oleh Singapura karena masuk ke dalam Not to Land Notice (NTL) dari Immigration and Checkpoint Authority (ICA) Singapura.
“Sekali lagi saya katakan, Abdul Somad masuk dalam list NTL dari ICA. Not to Land (dari) Immigration and Checkpoint Authority Singapura. Ini hak prerogatif, hak subjektif dari Pemerintah Singapura,” tutur Rudi S Kamri.
Bahkan, kata Rudi S Kamri, Pemerintahan Singapura juga pernah menolak dua orang pendeta Kristen masuk ke negaranya karena membawa narasi berbau Islamophobia.
“Dan perlu kami sampaikan juga, Pemerintah Singapura bukan hanya pernah menangkal pendakwah Islam masuk ke negeri mereka, tapi juga pernah menangkal dua orang pendeta Kristen dari Amerika dan mungkin satu lagi dari negara mana untuk datang ke Singapura,” ucap Rudi S Kamri.
“Karena menurut mereka (Singapura), pendeta ini juga membuat narasi yang Islamophobia. Artinya ini membantah dengan keras tuduhan orang-orang di Indonesia bahwa ditolaknya Abdul Somad masuk ke Singapura terkait dengan Islamophobia. Salah!” pungkas Rudi S Kamri. [Democrazy/hops]