DEMOCRAZY.ID - USTAZ Felix Siauw turut mengomentari soal tulisan Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK), Prof Budi Santosa Purwokartiko, yang viral belakangan ini.
Dimana, dalam tulisan itu, Prof Budi menyinggung soal mahasiswi berhijab atau menutup aurat sampai kepala ibarat manusia gurun.
Ustaz Felix Siauw menyayangkan tulisan itu dibuat oleh seorang profesor.
“Katanya yang nulis ini gelarnya Prof, dan jabatannya rektor Institut Teknologi Kalimantan. Tapi dari tulisannya tidak tampak tanda-tanda seorang terdidik atau pendidik, jauh dari ilmu dan kebijaksanaan,” tulis Ustaz Felix yang juga mengunggah bukti foto tulisan Prof Budi.
Ustaz Felix menjelaskan apa yang dilakukan Prof Budi adalah bentuk rasis.
“Rasis dan polarisasi, memicu perpecahan dan penuh tudingan berdasarkan kebencian, bukan kepada “kaum gurun”, tapi lebih kepada agama, khususnya Islam,” jelasnya.
Padahal Pancasila yang dibanggakan itu, lanjut Ustaz Felix, sila pertamanya “Ketuhanan”.
“Secara etika pun orang ini tidak lulus, apalagi secara moral spiritual,” sentilnya.
“Sangat disayangkan, bila begini kualitas dan mutu pendidik, bagaimana yang dididik kelak?,” sambungnya.
Dari apa yang sudah terjadi ini, Ustaz Felix menyayangkan orang-orang yang ternyata mengidap Islamophobia adalah orang Islam itu sendiri.
“Islamophobia itu ada, sedihnya mereka kebanyakan Muslim,” ungkapnya.
Sementara itu, Institut Teknologi Kalimantan lewat akun resmi Instagram-nya juga telah mengeluarkan pernyataan terkait apa yang ditulis oleh sang rektor.
ITK menegaskan tulisan Prof Budi Santosa Purwakartiko tersebut merupakan tulisan pribadi dna tidak ada hubungan dengan jabatan beliau sebagai rektor ITK.
“Oleh karena itu, mohon pemberitaan dan komentar lebih lanjut baik dari media maupun para netizen tidak mengaitkan dengan institusi ITK dan awak media atau para netizen langsung berkomunikasi dengan beliau,” demikian pernyataan resmi yang diunggah di Instagram Story, Sabtu (30/4/2022).
Berikut tulisan Prof Budi Santosa Purwokartiko yang viral di media sosial;
Saya berkesempatan mewawancara beberapa mahasiswa yang ikut mobilitas mahasiswa ke luar negeri. Program Dikti yang dibiayai LPDP ini banyak mendapat perhatian dari para mahasiswa. Mereka adalah anak-anak pinter yang punya kemampuan luar biasa.
Jika diplot dalam distribusi normal, mereka mungkin termasuk 2,5% sisi kanan populasi mahasiswa. Tidak satu pun saya mendapatkan mereka ini hobi demo. Yang ada adalah mahasiswa dengan IP yang luar biasa tinggi di atas 3.5 bahkan beberapa 3.8 dan 3.9. Bahasa Inggris mereka cas cis cus dengan nilai IELTS 8 , 8.5 bahkan 9. Duolingo bisa mencapai 140, 145 bahkan ada yang 150 (padahal syarat minimum 100). Luar biasa. Mereka juga aktif di organisasi kemahasiswaan (profesional), sosial kemasyarakatan dan asisten lab atau asisten dosen.
Mereka bicara tentang hal-hal yang membumi: apa cita-citanya, minatnya, usaha2 untuk mendukung cita2nya, apa kontribusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme dsb. Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati.
Pilihan kata2nya juga jauh dari kata2 langit:insaallah, barakallah, syiar, qadarullah, dsb. Generasi ini merupakan bonus demografi yang akan mengisi posisi2 di BUMN, lembaga pemerintah, dunia pendidikan, sektor swasta beberapa tahun mendatang.
Dan kebetulan dari 16 yang saya harus wawancara, hanya ada 2 cowok dan sisanya cewek. Dari 14 ada 2 tidak hadir. Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar2 openmind. Mereka mencari Tuhan ke negara2 maju seperti Korea, Eropa barat dan US, bukan ke negara yang orang2nya pandai bercerita tanpa karya teknologi. [Democrazy/pojok]