DEMOCRAZY.ID - Langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang total ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng dinilai sebatas pertunjukan sebuah kegugupan dari seorang pemimpin.
Bagaimana tidak, di satu sisi presiden menggembar-gemborkan cadangan minyak dalam negeri, tetapi di sisi lain petani sawit terdampak akibat kebijakan tersebut.
Begitu kata pengamat politik Rocky Gerung dalam wawancara eksklusif bersama Hersubeno Arief di kanal YouTube FNN, dikutip Jumat (29/4).
"Presiden Jokowi menunjukkan kegugupan. Jokowi punya pikiran lain, presiden punya pikiran lain. Terjadi kecemasan dalam mengambil keputusan," kata Rocky yang seolang menggambarkan ada dua sosok dalam diri Presiden Jokowi, yaitu Jokowi sebagai presiden dan Jokowi sebagai pribadi lain.
Menurut Rocky, sebagai seorang kepala pemerintahan, Jokowi sudah seharusnya tegas kepada pengusaha eksportir minyak sawit dan membaca soal kelangkaan minyak goreng beberapa bulan terakhir.
Dengan begitu dia bisa segera melakukan antisipasi.
"Karena sebetulnya ekonomi kan dengan mudah terpenuhi oleh eksportir itu asal ada keketatan di dalam peraturan tuh, dan yang terjadi akhirnya presiden mengintervensi pasar," katanya.
Intervensi pasar ala Jokowi, kata Rocky, justru menunjukkan betapa kekuasaan tidak berdaya dan mengalami kebuntuan dalam menentukan sikap.
Menurut dia, itu adalah cara-cara yang gagap menyikapi persoalan kelangkaan minyak goreng ini.
Sebab, di balik kebijakan petani sawit meronta lantaran sawit mereka kini dihargai murah.
"Nah paling buruk kalau kekuasaan tidak punya cara lagi lalu mengintervensi pasar, karena banyak cara yang bisa dilakukan," sesalnya.
"Nah yang dipamerkan kemarin itu adalah kekuasaan yang agak palsu, hitung-hitungannya tidak masuk akal. Walaupun masyarakat sipil menganggap wah ini presiden berhasil menekan oligarki, tapi bukan itu masalahnya, menekan oligarki dengan membebani petani itu juga ngaco kan?" pungkasnya. [Democrazy/rmol]