DEMOCRAZY.ID - Dalam menyikapi kebijakan larangan ekspor minyak goreng dan bahan baku yang akan diberlakukan secara resmi kamis, 28 april 2022, Presiden Jokowi meminta para pelaku usaha minyak sawit melihat masalah dengan lebih baik.
Hal tersebut disampaikan Presiden Jokowi melalui keterangan tertulisnya yang disiarkan kanal Youtobe resmi secretariat Presiden kemarin.
Dalam keterangan tersebut, Jokowi selaku kepala negara Indonesia menyebutkan bahwa sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, para pelaku usaha sebaiknya melihat masalah tersebut dengan lebih jernih.
“Sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, ironis kita malah kesulitan mendapatkan minyak goreng. Saya minta para pelaku usaha minyak sawit untuk melihat masalah ini dengan lebih baik, dengan lebih jernih, dan saya sebagai Presiden tidak mungkin membiarkan itu terjadi,” kata Presiden.
Menurut Presiden apabila menilik kapasitas produksi, maka seharusnya kebutuhan minyak goreng di dalam negeri dapat tercukupi dengan mudah.
“Volume bahan baku minyak goreng yang kita produksi dan kita ekspor jauh lebih besar daripada kebutuhan dalam negeri. Masih ada sisa kapasitas yang sangat besar jika kita semua mau dan punya niat untuk memenuhi kebutuhan rakyat sebagai prioritas dengan mudah kebutuhan dalam negeri dapat dicukupi,” katanya.
Selain dari itu, Kepala Negara menyampaikan bahwa semenjak mengumumkan kebijakan tersebut pada pekan lalu, ia telah mengikuti secara seksama dinamika di masyarakat.
Presiden menegaskan bahwa kebutuhan pokok masyarakat menjadi prioritas tertinggi dalam pertimbangan pemerintah setiap mengambil keputusan.
Larangan ekspor minyak gorang dan bahan bakunya menjadi keputusan yang ditempuh pemerintah setelah berbagai kebijakan dan upaya untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng masih belum efektif selama empat bulan terakhir.
“Larangan itu berlaku untuk ekspor dari seluruh wilayah di Indonesia, termasuk dari kawasan berikat,” kata Presiden.
Sementara kenaikan harga minyak goreng serta kelangkaan ketersediaan di pasaran sudah terjadi sejak akhir 2021 dan pemerintah sempat berusaha mengatasi keadaan tersebut dengan memberlakukan pengetatan ekspor crude palm oil (CPO) dan memprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Namun, belakangan kebijakan itu dihapuskan karena gagal mengatasi kelangkaan minyak goreng di pasaran. [Democrazy/terkini]