DEMOCRAZY.ID - Beberapa waktu lalu presiden RI, Jokowi melakukan konferensi pers terkait dengan kebijakannya soal pelarangan ekspor bahan mentah minyak goreng. Ia mendapat sorotan dari berbagai pihak.
Salah satu orang yang ikut menyorot kebijakan ekspor minyak goreng presiden Jokowi itu adalah mantan Menteri BUMN era SBY, Dahlan Iskan.
Dahlan Iskan menyebut kebijakan presiden tersebut sebagai sebuah keputusan sapu jagat.
Kenapa Dahlan Iskan menyebut sebagai keputusan sapu jagat? Ada beberapa alasan yang menurutnya untuk diperhatikan.
Saat ini presiden tidak lagi fokus berbicara soal Domestic Market Obligation (DMO), Price Market Obligation (PMO) dan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Pasalnya ketiga hal tersebut terbukti tidak mampu memenuhi kebutuhan hingga kontrol terhadap minyak goreng di Indonesia.
Dahlan Iskan kemudian menyebut Jokowi hari ini sedang mengambil kebijakan sapu jagat yang menurutnya tanpa disertai pertimbangan.
“Akhirnya diambillah keputusan sapu jagat: larang total ekspor. Tidak ada pertimbangan apa pun, kecuali sampai ketersediaan minyak goreng di dalam negeri melimpah,” tulis Dahlan Iskan dalam catatan hariannya, seperti dilansir dari laman disway.id pada hari Selasa, 26 April 2022.
“Saya menyebutnya keputusan sapu jagat karena dengan satu sapu ini seisi jagat perminyak gorengan teratasi,” ungkap Dahlan Iskan.
Menurut Dahlan, para pengusaha tidak akan mungkin melawan kebijakan presiden meskipun sempat ada perlawanan dari mereka.
“Masih ada waktu lima hari untuk menyiapkan peraturan tertulisnya. Tentu para pengusaha tidak akan melawan keputusan presiden itu.”
“Gejala perlawanan sempat muncul. Yakni seperti yang disuarakan pengurus asosiasi sawit. Sampai mengancam akan mundur dari program subsidi,” tulisnya.
Dari hal tersebut seharusnya pemerintah tidak mengambil kebijakan seperti itu. Dahlan mencoba membandingkan antara kebutuhan minyak dalam negeri dan jumlah ekspor yang seharusnya dilakukan.
“Kebutuhan dalam negeri hanya 5 juta ton. Pasar ekspor 50 juta ton. Kali ini yang 50 juta ton dikorbankan untuk memenuhi yang 5 juta ton.”
“Maka, sebenarnya tidak harus ada keputusan sapu jagat. Lima juta ton tidak ada artinya dibanding 50 juta ton. Tapi jalan biasa sudah dicoba,” tambah Dahlan Iskan.
Kebijakan yang berubah-ubah sering menggiring opini publik untuk menyebut pemerintah mencla-mencle dan tak memiliki wibawa sama sekali karena dibuat bahan mainan.
Tampaknya memang Dahlan Iskan sangat menyayangkan kebijakan sapu jagat presiden yang juga berdampak besar pada pengusaha dan penghasilan negara.
“Kasihan eksporter yang sudah telanjur menandatangani kontrak. Tapi Presiden memang sudah di tahap jadi bulan-bulanan."
“Sapu jagat ini telah menyelamatkannya. Ekspor produk sawit tahun lalu sumbang negara Rp500 triliun,” terang Dahlan Iskan. [Democrazy/hops]