DEMOCRAZY.ID - Isu perpanjangan masa jabatan presiden hingga tiga periode dan penundaan Pemilu 2024 tak dimungkiri memang banyak diperbincangkan publik belakangan ini.
Terlebih, pihak-pihak terkait yang kerap koar-koar, bahkan mengusulkan penundaan Pemilu dan meminta perpanjangan masa jabatan presiden berasal dari sosok ‘berkuasa’.
Nah, menurut salah seorang pakar hukum tata negara yang bernama Bivitri Susanti, usulan penundaan Pemilu sebenarnya hanya bertujuan untuk melegitimasi apa yang diinginkan oleh penguasa.
Bivitri bahkan memberi label ‘aktor’ pengusul penundaan Pemilu dengan sebutan ‘intelektual kelas kambing‘.
“Cukup banyak intelektual, saya bilangnya ‘intelektual tukang’, tapi sebenarnya ada kata yang lebih kasar lagi ya, dipakai ‘intelektual kelas kambing‘,” ungkap Bivitri Susanti dalam diskusi virtual Kedai Kopi bertemakan ‘Kata Pakar Bila Pemilu Ditunda’ pada hari Minggu kemarin, 6 Maret 2022.
Bivitri menegaskan kelompok tersebut telah memberikan jalan keluar dengan menggampangkan perubahan konstitusi.
Menurutnya, wacana penundaan Pemilu 2024 bukan hanya sekadar isu mengamandemen UUD 45, tapi lebih pada pengkhianatan konstitusi.
“Karena konstitusi kita itu lagi-lagi bukan sekadar teks dan juga bukan sekadar matematika dengan adanya 50 persen dan 2/3 dan lain sebagainya, konstitusi adalah sebenarnya gagasan tentang pembatasan kekuasaan.”
Ia menambahkan, munculnya gagasan pembatasan masa jabatan presiden lahir dari para tokoh bangsa yang berguru ke negeri barat.
Dalam aturan itu, penguasa harus dibatasi melalui hukum aturan mainnya yang disepakati bersama.
Dalam perspektif negara hukum, pembatasan kekuaasan itu dinamakan konstitusionalisme.
Ia mengatakan para pendiri sudah jauh-jauh hari menuliskan lantang dalam penjelasan Undang Undang Dasar 1945.
“Memang sekarang sudah diadopsi ke atas jadi pasal 1 ayat 3 tentang Indonesia berdasarkan hukum.”
Lebih lanjut, Bivitri menjelaskan bahwa dulu penyebutan pembatasan kekuasaan lebih sederhana, yaitu pemerintahan didasarkan pada sistem konstitusi tidak bersifat absolutisme.
Semangat itulah, kata Bivitri, yang diadopsi dalam konstitusi negara Indonesia.
“Walaupun sekarang tanpa penjelasan, tapi gagasan konstitusi kita tepat dan kuat,” tandasnya. [Democrazy/terkini]