HUKUM POLITIK

Pakar Hukum UGM Khawatirkan 'Dua Skenario' Yang Bisa Loloskan Penundaan Pemilu

DEMOCRAZY.ID
Maret 16, 2022
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Pakar Hukum UGM Khawatirkan 'Dua Skenario' Yang Bisa Loloskan Penundaan Pemilu

Pakar Hukum UGM Khawatirkan 'Dua Skenario' Yang Bisa Loloskan Penundaan Pemilu

DEMOCRAZY.ID - Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mengkhawatirkan dua skenario yang bisa saja dibuat untuk meloloskan wacana penundaan Pemilu 2024. 


Pertama, Zainal khawatir akan kemungkinan agenda amandemen UUD 1945 yang sedang dibahas MPR disusupi ayat perpanjangan masa jabatan presiden.


"Kita tidak pernah tahu apakah agenda amandemen itu cuman PPHN. Bisa Jadi agenda lain mendompleng. Tetapi kalau pun PPHN lahir, di ujungnya sangat dimungkinkan adanya perubahan terhadap sistem pemilihan presiden. Jadi presiden kembali dipilih MPR, karena harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan PPHN ke MPR," ujar Zainal dalam diskusi daring, Rabu, 16 Maret 2022.


Menurut Zainal, hal ini patut diantisipasi mengingat Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam sejumlah kesempatan sudah terang-terangan menyampaikan keinginan mengembalikan sistem pemilihan presiden ke MPR.


"Nah ini yang menjadi kekhawatiran paling besar, karena sangat mungkin beberapa partai itu akan tertarik. Khususnya, orang-orang yang mustahil terpilih lewat pemilihan langsung karena elektabilitasnya rendah," ujar pria yang akrab disapa Uceng itu.


Skenario kedua, Uceng khawatir ada upaya menciptakan kondisi seakan-akan obyektif, rasional, dan konstitusional untuk melakukan amandemen dan mengubah masa jabatan presiden dengan memperalat KPU.


"Saya akhir-akhir ini agak khawatir dengan ide KPU yang akan dirusak atau KPU merusak dirinya hingga kemudian menyerah dan tidak akan melanjutkan proses tahapan pemilu, sehingga seketika tercipta seakan-akan alasan obyektif, rasional, dan konstitusional untuk mengubah pasal 22 E (UUD 1945)," kata dia.


Dua skenario ini tentu tidak sederhana, namun dinilai mungkin saja terjadi. 


Untuk itu, Zainal mengajak kepada seluruh masyarakat untuk mengawal agar penyelenggara siap menggelar pesta demokrasi pada Pemilu 2024. 


"Kita harus menagih komitmen itu bukan hanya kepada Presiden, DPR, MPR, dan DPD, tetapi juga kepada KPU. Sebab, KPU bisa saja dijadikan alat agar terciptanya alasan obyektif, rasional, dan konstitusional untuk menunda pemilu," ujar dia.


Selain dua skenario tersebut, Zainal tidak terlalu khawatir dengan alasan lain yang dibuat-buat oleh para elite politik untuk membenarkan penundaan pemilu, seperti  pemulihan ekonomi hingga kepuasan publik akan kinerja Jokowi. 


Ia menilai alasan-alasan itu mudah sekali dibantah dan jelas inkonstitusional.


Manajer Riset Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Badiul Hadi juga pernah menyampaikan kekhawatiran yang sama. 


Ia menyebut anggaran Pemilu 2024 bisa menjadi celah besar untuk penundaan pemilu jika tidak segera ditetapkan.


"Sampai saat ini DPR dan pemerintah belum ada kata kesepakatan terkait besaran dan rincian anggaran pelaksanaan Pemilu 2024. Kami mendesak agar pembahasannya dipercepat," ujar Hadi lewat keterangannya, Jumat, 11 Maret 2022.


Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, mendorong pemerintah segera memastikan ketersediaan anggaran Pemilu 2024 sebagai bukti konkret komitmen menyelenggarakan pesta demokrasi tersebut.


“Bentuk konkret-nya, kalau memang Presiden Joko Widodo dan pemerintah menyatakan penyelenggaraan Pemilu 2024 sesuai jadwal, segera bahas (ketersediaan anggaran) dan cairkan anggarannya,” ujar Khoirunnisa soal wacana penundaan pemilu. [Democrazy/tmp]

Penulis blog