DEMOCRAZY.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa ada pembagian kavling di lahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur (Kaltim).
Informasi itu diperoleh KPK dari informan yang tidak disebut identitasnya.
Demikian disampaikan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dalam Rapat Koordinasi bersama Pemerintah Provinsi Kaltim yang turut melibatkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Rabu (9/3).
Belum ada tanggapan dari pemerintah terkait pernyataan Wakil Ketua KPK tentang dugaan pembagian kavling ini.
"Ternyata lahan IKN itu tidak semuanya clean and clearing. Dari informan kami sudah ada bagi-bagi kavling. Bapak Presiden juga sudah meminta pengawalan IKN kepada KPK," ujar Alex dikutip Kamis (10/3).
Dalam kegiatan itu, Alex berharap agar apa pun bisnis yang dilakukan di Kaltim bisa memberikan manfaat yang besar untuk masyarakat.
"Jangan sampai tikus mati di lumbung padi. Seharusnya tidak ada masyarakat miskin di Kaltim. IKN juga menjadi prioritas kami," ungkap dia.
Alex menambahkan KPK melalui Kedeputian Bidang Koordinasi dan Supervisi melakukan monitoring, pendampingan, dan pengawasan atas implementasi 8 area perbaikan tata kelola pemerintah daerah (pemda).
Delapan area intervensi tersebut meliputi Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, Pengawasan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset Daerah dan Tata Kelola Keuangan Desa.
Dalam hal penertiban dan penyelamatan aset, terang Alex, KPK mengapresiasi keberhasilan 11 pemda di Provinsi Kaltim tahun 2021 yang telah menerbitkan sertifikat tanah pemda sebanyak 130 bidang senilai Rp164 miliar. Kemudian pemulihan aset bergerak ataupun tidak bergerak senilai Rp128 miliar.
Selain itu, Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) senilai total Rp7,1 miliar dan penyelesaian tunggakan senilai Rp117 miliar.
Mulai tahun ini, KPK, Kemendagri, dan BPKP akan mengawasi bersama upaya pencegahan tindak pidana korupsi di Provinsi Kaltim yang dilakukan dengan menggunakan sistem Monitoring Center for Prevention(MCP).
Alex menjelaskan MCP dapat digunakan untuk mengukur capaian keberhasilan perbaikan tata kelola pemerintahan secara administratif.
"Secara fakta di lapangan harus sama baiknya dengan nilai secara administratif. Jangan sampai tidak sinkron. Perlu penerapan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang holistik dan adil sehingga rakyat dapat merasakan secara langsung manfaatnya," kata Alex.
Sementara itu, Wakil Gubernur Kaltim, Hadi Mulyadi, menyampaikan bahwa provinsinya sudah menerapkan MCP dengan 8 area strategis di tata kelola daerah dengan hasil yang memuaskan.
"Dari tahun ke tahun nilai MCP semakin membaik. Untuk Pemprov Kaltim nilainya 54 persen pada 2020, tahun 2021 naik menjadi 82 persen. Sedangkan untuk rata-rata pemda se-Kaltim memang masih rendah yaitu 65 persen. Tertinggi Balikpapan 89 persen dan terendah Mahakam Hulu 33 persen. Maklum masih baru," tutur Hadi.
Hadi mengaku merasa sangat bersyukur ketika Kaltim ditetapkan sebagai IKN mengingat selama bertahun-tahun APBD Kaltim hanya Rp15 triliun.
"Saya tahu APBD 6 Pemda di Provinsi Jawa kalau digabung bisa mencapai Rp600 triliun atau 60 persen APBD ada di Jawa, sementara kami jauh di bawahnya. InsyaAllah ketika kami ditetapkan sebagai IKN, pembangunan tidak lagi hanya berpusat di Jawa, tetapi Indonesia sentris," pungkasnya. [Democrazy/cnn]