DEMOCRAZY.ID - Pengamat politik dan akademisi Rocky Gerung mengkritisi instruksi Presiden Jokowi yang melarang istri anggota TNI-Polri mengundang penceramah radikal.
Rocky Gerung menganggap instruksi Presiden Jokowi untuk melarang istri anggota TNI-Polri untuk mengundang penceramah radikal sebagai instruksi yang mengada-ada.
Rocky Gerung menilai larangan mengundang penceramah radikal di kalangan istri anggota TNI-Polri sebagai rumus mengendalikan opini publik.
"Ini rumus paling buruk untuk dengan mudah untuk mengendalikan opini publik kan? Langsung aja bilang 'Ini daftarnya tuh'. Nanti ada daftar dosen radikal, jurnalis radikal, selebritis radikal, artis radikal, komedian radikal tuh, kan sama sebetulnya?," kata Rocky Gerung sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Rocky Gerung Official pada Senin, 7 Maret 2022.
Rocky Gerung berpendapat dengan gaya satire khasnya bahwa instruksi larangan mengundang penceramah radikal di kalangan istri anggota TNI-Polri akan diikuti dengan larangan mengundang tokoh publik lainnya yang terindikasi hal serupa.
Mantan pengajar sekaligus alumni Universitas Indonesia (UI) itu menilai bahwa selama ini pemerintah menganggap siapapun yang mengolok-oloknya sebagai pihak yang berbahaya bagi negara.
Padahal menurutnya, orang yang dianggap mengolok-olok pemerintah sesungguhnya hanya mengolok-olok kebijakan pemerintah yang terkesan serampangan.
"Kan dianggap bahwa mengolok-olok pemerintah itu berbahaya buat negara. Padahal sebetulnya, kita mengolok-olok kebijakan yang compang camping tuh," ujarnya.
Lebih lanjut Rocky Gerung mengungkapkan, larangan mengundang penceramah radikal di kalangan istri anggota TNI-Polri tak lepas dari rekam jejak pemerintahan Presiden Jokowi yang terkesan mengidap islamofobia.
Dia juga menduga bahwa jika istri anggota TNI-Polri mengundang komedian yang kerap menyindir kebijakan pemerintah, komedian tersebut akan dicap radikal sebagaimana penceramah yang masuk dalam daftar tokoh radikal.
"Jadi kalau misalnya reaksi pertama adalah ustadz radikal, oke itu ada jejaknya karena dari awal jejak-jejak islamofobia itu masih ada. Sekarang bagaimana kalau ibu-ibu Polri atau TNI di luar lingkungan tugasnya menginginkan ada seorang komedian di situ, dan komedian itu bikin satire tentang IKN, penundaan, lalu dianggap radikal?," katanya.
Selain itu, filsuf kelahiran Manado, 20 Januari 1959 tersebut mengatakan bahwa hal tersebut akan merepotkan Jenderal Dudung untuk membuat daftar artis radikal.
"Nanti Pak Dudung repot lagi ngumpulin seluruh artis mana yang radikal tuh, jadi ini konyolnya," ujar dia.
Rocky Gerung menyimpulkan bahwa kekonyolan di balik larangan istri TNI-Polri mengundang penceramah radikal berasal dari ketidakpahaman Presiden Jokowi terhadap demokrasi.
Menurutnya, apa yang diinstruksikan oleh petinggi TNI maupun Polri untuk melarang keluarga jajarannya mengundang penceramah radikal semata-mata hanya demi memenuhi instruksi Presiden Jokowi.
"Sebetulnya, kekonyolan ini dimulai oleh Presiden Jokowi sendiri, yang tidak paham tentang demokrasi lalu bikin aturan. Keputusan Pak Dudung, Pak Sigit, dan bahkan Pak Andika itu memang harus terjadi karena nggak mungkin tiga petinggi ini mengabaikan perintah presiden," tuturnya. [Democrazy/kabes]