DEMOCRAZY.ID - Polisi tembak mati dr Sunardi karena diduga terlibat dalam jaringan teroris.
Ia dihabisi Densus 88 di Sukoharjo pada Rabu, 9 Maret 2022.
Jenazah dr Sunardi dibawa pulang ke rumahnya di Jalan Dr Muwardi 92 Gayam, Sukoharjo, Jawa Tengah pada Kamis sore (10/3/2022).
Selain sebagai dokter, dr Sunardi juga dikenal sebagai aktivis kemanusiaan di lembaga Hilal Ahmar Society.
Sunardi merupakan lulusan Fakultas Kedokteran UNS. Ia menulis banyak buku tentang kesehatan dan Islam.
Politikus Partai Ummat Mustofa Nahrawardaya membagikan 4 buku karya dr Sunardi di akun Twitternya, @TofaTofa_id.
Buku itu berjudul “Revolusi Ilmuwan Muslim bagi Dunia Kedokteran”.
Ada pula buku berjudul, Nabi Saja suka Buah, Pilih Resep Nabi atau Resep Dokter? dan Muslimah Menyambut Buah Hati.
“Karya-karya almarhum dr. Sunardi yang ditembak mati Densus 88 di Sukoharjo. Lihat besok analisa pemerintah seperti apa terhadap orang yang sudah wafat kayak dokter ini,” kata Mustofa, dikutip dari Twitternya, Jumat (11/3).
Akun @DokterVall menyesalkan pembunuhan dr Sunardi. Ia menyebut dr Sunardi sudah lama menderita stoke.
“Fakta….almarhum Sunardi sudah menderita stroke lama, butuh tongkat untukk aktifitas. Layakkah beliau dibunuh seperti itu?,” cuitnya.
Ia meminta Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) untuk bersuara.
“Kami mengutuk kalian yang jika memang telah sengaja membunuh seorang pejuang kemanusiaan yang baik. @PBIDI, mengapa bungkam?,” tandasnya.
Kondisi kesehatan Sunardi sebelum ditembak mati juga diungkap oleh akun Facebook Wadda Umar.
Ia mengenang ketika menjadi relawan kemanuaiaan gempa Padang 2009 bersama Sunardi.
“Sungguh luar biasa beliau, sederhana, santun, dan dedikasinya untuk kemanusiaan luar biasa. Saya banyak belajar tentang pengorbanan dan pelayanan dari beliau,” tulisnya.
Setiap ada bencana, kata Wadda Umar, Sunardi selalu mengirimkan relawan ke tempat bencana.
Tentu saja dalam misi kemanusiaan mengobati yang sakit tanpa memandang suku, bangsa, dan agama.
“Dan pastinya dalam setiap aksinya beliau hanya membawa peralatan medik, bukan senjata,” imbuhnya.
Ia tidak percaya dengan klaim kepolisian yang menyebut Densus tembak dr Sunardi karena melawan.
“Ketika mendengar beliau ditembak mati karena melawan, rasanya tidak mungkin. Karena saya ketemu terakhir beliau hari sabtu kemarin saat beliau takziyah ke keluarga kami – setelah perjumpaan terakhir tahun 2009- beliau berjalan masih memakai tongkat, tertatih-tatih. Sepertinya tidak mungkin bisa melawan,” tulisnya.
Wadda Umar mendoakan agar Sunardi mendapat ampunan dari Allah SWT.
“Semoga Allah mengampuni beliau dan menerima amal beliau, serta memasukkan ke dalam jannah bersama para nabi, para sidikin, orang-orang salih dan para syuhada,” tandasnya. [Democrazy/pojok]