DEMOCRAZY.ID - Pakar politik Islam dari The Political Literacy, Muhammad Hanifuddin, menjelaskan soal kriteria ulama-ulama yang bisa jadi pengganti KH Miftachul Akhyar usai memutuskan mundur dari jabatan Ketum MUI.
Menurut Hanifuddin, nantinya MUI harus bekerja keras untuk memilah lagi ulama yang cocok dengan kriteria seperti halnya KH Miftachul Akhyar.
Sosok yang juga mendapatkan amanah jadi ulama tertinggi di organisasi NU dengan dipilih jadi Rais Aam PBNU periode 2022-2027.
“Pengganti Kiai Miftah (Sapaan KH Miftachul Akhyar-red) tentunya akan disiapkan melalui mekanisme yang berlaku di MUI. Namun, mengacu pada peran dan fungsi MUI, setidaknya ada 3 kriteria yang diharapkan publik,” ujarnya lewat pesan WhatsApp, Kamis pagi (10/3/2022).
Pertama, papar Hanif, ketua umum MUI adalah tokoh yang mampu membimbing dan mengayomi keragaman umat Islam di Indonesia.
“Kedua, mampu menjadi tokoh pemersatu bangsa dalam bingkai Pancasila dan UUD 45, baik dalam bentuk ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, ataupun ukhuwah insaniyah," ujarnya.
Ketiga, menurutnya, adalah tokoh yang mampu menjadi penengah dan penghubung antara kepentingan pemerintah dan rakyat.
“Ketum MUI memastikan kemaslahatan rakyat dijalankan oleh negara dan sebaliknya, program-program pemerintah mendapatkan dukungan dari rakyat,” kata dia.
Meski begitu, soal nama yang cocok, Hanifuddin sendiri masih meraba soal kemungkinan ulama yang cocok menggantikan Kiai Miftah.
Jika merujuk pada struktur MUI, ada tiga nama wakil ketua Umum MUI dan mewakili ormas yang berbeda.
Ada nama Anwar Abbas Waketum MUI berasal dari Muhammadiyah. Marsudi Suhud Waketum MUI berasal NU dan Hasri Barmanda dari Perti. [Democrazy/kompastv]