POLITIK

Perludem: "Big Data" Banyak Dimanipulasi di Negara Lain Untuk Langgengkan Kekuasaan

DEMOCRAZY.ID
Maret 16, 2022
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Perludem: "Big Data" Banyak Dimanipulasi di Negara Lain Untuk Langgengkan Kekuasaan

Perludem: "Big Data" Banyak Dimanipulasi di Negara Lain Untuk Langgengkan Kekuasaan

DEMOCRAZY.ID - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Nurul Amalia Salabi menilai bahwa publik harus berhati-hati dengan klaim pemerintah di balik penggunaan big data untuk menunda Pemilu 2024. 


Sebelumnya, klaim ini dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan juga Ketua Umum PKB yang juga Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar. 


Tanpa berani membuka big data yang dimaksud, keduanya mengeklaim bahwa 100-110 juta warga Indonesia setuju penundaan pemilu, dilihat berdasarkan jumlah pengguna media sosial. 


Nurul merujuk pada laporan yang dipublikasikan Oxford Internet Institute (2019) bertajuk Global Inventory of Organized Social Media Manipulation.


"Di situ dikatakan bahwa sejak 2019, BOT, algoritma, dan bentuk otomatisasi lainnnya digunakan berbagai aktor politik di berbagai negara, untuk memanipulasi opini publik melalui platform jaringan sosial yang utama seperti Twitter, Facebook, Instagram, juga YouTube," kata Nurul dalam diskusi virtual, Rabu (16/3/2022). 


Masih menyitir laporan yang sama, lanjut Nurul, di 26 negara ditemukan bentuk-bentuk propaganda melalui komputasi. 


Propaganda itu digunakan sebagai alat kontrol informasi untuk menekan hak asasi manusia, mendiskreditkan lawan politik, dan menghilangkan perbedaan pendapat. 


"Itu 3 cara berbeda tapi tujuannya satu, mengefektifkan dan melanggengkan kekuasaan," ujar Nurul. 


Berbagai dalih yang dikemukakan sejumlah elite politik soal wacana penundaan pemilu dianggap hanya pembenaran semata.


"Gelagat yang kita lihat itu semakin memperlihatkan ada nafsu memperpanjang kekuasaan. Karena para elite melihat bahwa pemilu bisa menjadi momentum evaluasi dari kinerja para elite politik yang sebetulnya banyak menghasilkan undang-undang yang tidak demokratis yang banyak ditentang oleh masyarakat bisa menghentikan konsolidasi yang telah terbangun," ungkap Nurul.


"Maka kita melihat ada berbagai alasan yang sama-sama kita dengar, mulai dari ekonomi, pandemi, juga ada klaim dari salah satu menteri yang mengatakan 110 juta rakyat Indonesia setuju pemilunya ditunda," tutupnya. [Democrazy/kmp]

Penulis blog