DEMOCRAZY.ID - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman menilai sikap Ketua KPK Firli Bahuri yang memberikan penghargaan kepada istrinya, Ardiana Fitri sepenuhnya sebagai tindakan tak patut.
Dina, sapaan akrab Ardiana, mendapatkan penghargaan dari suaminya sendiri selaku Ketua KPK atas usahanya menciptakan hymne untuk lembaga antirasuah tersebut.
"Tidak patut. Termasuk potensi benturan kepentingan. Akhirnya seakan KPK menjadi bisnis keluarga," kata Zaenur saat dikonfirmasi, Jumat (18/2).
Menurut Zaenur, layak dipertanyakan ketika Dina menjadi sosok yang didapuk menyusun Hymne KPK.
Keputusan ini tentunya berisiko menyalahi prinsip pencegahan benturan kepentingan.
"Kita tidak bicara apakah itu dibayar atau tidak dibayar. Tentu itu tidak dibayar, tetapi hymne itu kan kemudian menjadi identitas, bagian dari KPK itu kemudian diciptakan oleh istri ketua KPK," ucap Zaenur.
"Itu menurut saya risiko timbul potensi benturan kepentingan, dan itu artinya KPK sendiri tidak memitigasi risiko tersebut," sambungnya.
Terlebih, jika pembuatan hymne itu ternyata tak melalui proses yang adil.
Menurut Zaenur, KPK bisa saja membuka peluang pihak lain yang memungkinkan untuk penciptaan Hymne KPK ini melalui kompetisi atau tahap pemilihan.
"Kalau tidak ada itu, semakin menunjukkan KPK itu sendiri tidak memberikan keteladanan di bidang fairness dan kompetisi yang sehat," ucapnya.
Zaenur menambahkan, pembuatan hymne oleh istri ketua KPK ini seolah sebagai upaya memersonaliasi lembaga antirasuah supaya kelak gambaran Ketua KPK yakni Firli Bahuri menjadi dominan karena keterlibatan istrinya.
"Apalagi, yang harus dinyanyikan oleh para pegawai KPK di momen-momen tertentu," tuturnya.
"Jadi ini seakan-akan menyeret KPK dipersonaliasi, seolah KPK adalah Firli Bahuri, bahkan koleganya. Itu sesuatu yang buruk," sambungnya.
Zaenur tetap melihat bahwa pembuatan Hymne KPK ini sebagai gimik Firli yang sebenarnya tidak diperlukan juga.
Selain nihil urgensi, juga malah mengesampingkan fokus kinerja pemberantasan korupsi.
"Soal kebutuhan, yang penting bagi KPK saat ini tunjukkan adalah kinerja dan independensi untuk raih kembali kepercayaan publik. KPK tidak butuh gimik seperti pembuatan hymne ini," pungkasnya. [Democrazy/cnn]