DEMOCRAZY.ID - Pendiri Pondok Pesantren Daarut Tauhiid, Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym menilai, tudingan intoleran dan radikal itu baru muncul ketika Pilkada DKI Jakarta.
Di mana saat itu Basuki Rjahja Purnama atau Ahok dianggap menghina agama.
"Kata radikal ini sebetulnya baru datang akhir-akhir ini saja nih. Kalau tidak salah mulauinya sesudah kejadian denga Pak Ahok itu. Ada 212, sehingga entah bagaimana perkataan radikal, intoleran itu lebih sering disebut-sebut, lebih masif," ujar Aa Gym dikutip Chanel YouTube Karni Ilyas Club, Kamis 17 Februari 2022.
Menurut Aa Gym, negara ini tidak ada kelompok radikal dan intoleran. Jika ada, maka kemungkinan negara ini sudah berantakan.
"Saya sendiri tidak merasa radikal, tidak merasa intoleran, karena kalau (radikal itu) nyata, ummat Islam seperti itu, pasti negara ini sudah berantakan," ucapnya.
Dia mengatakan, aksi damai 212 yang terbesar dalam sejarah Indonesia. Jutaan ummat Islam turun ke jalan untuk menuntut Ahok dipenjara, namun tidak ada sedikitpun kekacauan yang terjadi saat itu.
"Terbukti 212 kemarin, dengan begitu banyaknya, tidak ada kekacauan sedikit pun juga. Tidak ada kekerasan. Jangankan kepada yang lain, rumput saja tidak ada yang berani menginjak," ujar Aa Gym.
"Jadi sebetulnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan," sambungnya.
Meski begitu, Aa Gym akui, ada kelompok kecil yang melakukan tindakan teror, namun itu hanya kelompok kecil. Itupun belum jelas kebenarannya.
"Benar ada perilaku penyimpang, ada tindakan teror, dan itu hanya beberapa, entah erapa yang aslinya. Karena kita sering bias dengan pemberitaan yang kadang-kadang kita tanya ini benar atau tidak. Direkayasa atau tidak. Padahal mungkin benar tapi dianggap rekayasa. Mungkin ada rekayasa dianggap benar," beber Aa Gym.
Dia memastikan, ummat Islam Indonesia tidak punya pemikiran teroris.
"Yang jelas kekerasan seperti itu tidak menjadi pemikiran sebagian besar ummat Islam. Paling segelintir saja," paparnya.
Lebih lanjut, Aa Gym menilai, terkadang orang yang punya perbedaan pendapat, dianggap radikal dan intoleran.
Padahal sikap menuduh ini yang menurut Aa Gym adalah sikap Intoleran. Sebab tidak menerima pendapat orang lain.
"Kalau radikal ini disebut karena perbedaan pendapat, ngga nurut dengan pihak tertentu, walaupun benar tapi kerena tidak sefrekuensi dianggap radikal, maka ini tidak adil. Jangan sampai beda pendapat dianggap randikal, beda pendapat dianggap intoleran. Justru mungkin ini yang intoleran," pungkasnya. [Democrazy/FIN]