DEMOCRAZY.ID - Koalisi Ulama, Habaib dan Pengacara Anti Penodaan Agama (KUHAP APA) melaporkan Kepala Staf Angkatan Darat ( KSAD ) Jenderal TNI Dudung Abdurachman ke Puspomad atas tuduhan melakukan penistaan agama.
Sebagai pelapor, mereka pun telah diperiksa di Markas Puspomad pada Rabu (9/2/2022).
Akankah laporan ini terus berproses hingga pengadilan?
Pertanyaan itulah yang bergelanyut pada benak banyak orang kendati sebenarnya telah menyimpan jawaban.
Harap-harap ragu, istilah yang mungkin cocok untuk menggambarkan perasaan masyarakat.
Berharap bahwa proses hukum berjalan normal tetapi meragukannya di saat yang sama.
Sejumlah pengamat pun pesimistis proses hukum atas laporan terhadap Dudung tersebut dapat berlanjut.
Salah satunya sebabnya adalah hierarki kaku dalam militer.
Bagaimana mungkin Danpuspomad akan memproses hukum Dudung yang notabene atasannya?
”Bagaimana pun, kalau diproses tentu harus taat pada hukum walaupun agak problematis. Danpuspomad-nya bawahan Jenderal Dudung. Jadi, ya benar kata Hendri Satrio, tinggal bagaimana sikap Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Kita lihat saja,” ujar Refly Harun dalam video Youtube, dikutip Minggu (13/2/2022).
Pengamat milter Institute Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi lebih tegas menyatakan keraguannya.
Memang benar bahwa para pelapor buktinya telah dipanggil untuk dimintai keterangan.
Tetapi apakah proses tersebut bisa naik sampai penyidikan, terlebih lagi ke proses sidang, dia sama sekali ragu.
"Apakah pemanggilan-pemanggilan itu akan sampai pada penyidikan atau bahkan peradilan? Saya meragukan," ungkap Fahmi ketika dihubungi, Kamis (10/2/2022).
Dia memprediksi kasus Dudung tak bakal berlarut-larut.
Prosesnya akan berhenti sebagai bahan evaluasi semata.
"Ini paling banter sekadar cubitan aja," tuturnya.
Di sisi lain, seperti halnya Refly, Fahmi meminta Puspomad tetap percaya diri memproses kelanjutan pelaporan terhadap Dudung.
Menurut dia, pelaporan terhadap mantan Pangdam Jaya itu tentunya sudah melalui pendalaman sesuai bidang pelapor yang mengatasnamakan ulama.
"Kalau yang melaporkan itu para ulama, sebagai pihak yang punya legal standing pada masalah 'keulamaan' saya kira sudah melalui kajian yang mendalam. Saya kira Puspomad harus progresif memeriksa perkara ini," katanya.
Posisi Politik
Fahmi berpendapat, pelaporan terhadap Dudung setidaknya memberikan pelajaran penting bahwa pejabat tidak bisa sembarangan memberikan pernyataan.
”Kita berharap setelah ini Dudung jadi lebih berhati-hati dan fokus pada tupoksi KSAD,” ujar Fahmi.
Perlawanan terhadap radikalisme dan intoleransi yang digaungkan Dudung sejak pertama kali menjabat sebagai orang nomor 1 di TNI AD berpotensi menyeret Dudung pada pusaran politik. Hal itu belum pernah dilakukan oleh KSAD sebelumnya.
"Secara implisit setelah menjabat KSAD, Dudung memang tampak getol cawe-cawe pada urusan radikalisme dan intoleransi, sesuatu yang tak pernah dilakukan secara frontal oleh Andika maupun para kepala staf sebelumnya," jelasnya.
Refly Harun pun melihat Dudung telah mengambil posisi tegas dan jelas dalam polarisasi politik yang cukup kuat saat ini.
Ini adalah sesuatu yang seharusnya dihindari TNI, termasuk Dudung sebagai pimpinan TNI AD.
”Yang kontra Dudung itu kelompok pengkritik pemeritahan Presiden Jokowi. Yang pro Dudung adalah pendukung pemerintahan Presiden Jokowi karena memang posisi itu yang diambil Dudung sesungguhnya, yang menurut saya patut disayangkan karena membawa TNI dalam ranah pro dan kontra. Seharusnya stay away atau step away,” kata Refly.
Jenderal Santri
Dudung sendiri menyadari bahwa ada persepsi publik atas dirinya yang dianggap menjauhi kelompok Islam.
Dudung rajin bersilaturahmi ke pondok-pondok pesantren untuk menepis persepsi miring tersebut.
"Saya santri saya tidak pernah lewat (salat) lima waktunya, tidak pernah lewat puasanya. Jadi kalau saya mengatakan menjauhi Islam salah betul," ujarnya di Mabesad, Jakarta Pusat, Senin (7/2/2022).
Dudung menegaskan sama sekali tidak dan tidak ingin menjauhi agama Islam.
Sejak lama setiap melakukan kunjungan kerja, dia selalu menyampaikan kultum (kuliah tujuh menit) atau ceramah kepada prajurit.
Tetapi dia merasa memang menjadi sasaran kesalahan.
Di beberapa kesempatan ketika memberikan kultum, kerap kali dia menyatakan jangan sampai ada yang mendalami agama tanpa adanya bimbingan ustaz.
"Di kultum itu saya menyampaikan kalau mempelajari agama jangan terlalu mendalam kalau tidak ada ustaznya, tidak ada kiainya, tidak ada guru. Ya tapi kalimat itu dipotong. Makanya kalau saya sampaikan benar sekalipun itu jadi persoalan," ujar dia. [Democrazy/kmp]