DEMOCRAZY.ID - Pengamat politik dan akademisi Rocky Gerung menanggapi pernyataan Ngabalin yang singgung Fahri Hamzah soal nama 'Harmoko' dalam pernyataannya terkait insiden Wadas di Purworejo, Jawa Tengah.
Rocky Gerung menilai komentar Ngabalin yang menyinggung Fahri Hamzah soal 'Harmoko' terkait insiden Wadas mencerminkan perilaku Istana selama ini.
Terkait Ngabalin yang singgung Fahri Hamzah soal 'Harmoko' dalam insiden Wadas, Rocky Gerung menilai Istana selaku membuat noise (gaduh).
"Setiap kali ada cekcok di masyarakat, itu artinya ada soal. Kalau ada soal diselesaikan, bukan dengan galak lalu menganggap bahwa 'LSM ini suaranya tidak beradab atau penuh dengan noise', padahal Istana yang selalu bikin noise," kata Rocky Gerung sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Rocky Gerung Official pada Selasa, 15 Februari 2022.
Rocky Gerung juga melontarkan satire terhadap Ngabalin yang mengomentari pernyataan Fahri Hamzah terkait 'Harmoko' dalam menanggapi insiden Wadas.
Dia menyindir bahwa Ngabalin seolah ingin disejajarkan dengan sosok almarhum eks Menteri Penerangan di era Orde Baru itu.
"Jadi mungkin sekali, Ngabalin selalu ingin disejajarkan fotonya dengan Harmoko tuh," ujarnya.
Lebih lanjut, Rocky Gerung juga melihat bahwa tren politik di Indonesia sedang berlangsung ke arah pengendalian opini secara tunggal.
Mantan pengajar sekaligus alumni Universitas Indonesia (UI) itu menyebut nama Napoleon Bonaparte sebagai simbol bahwa Istana seolah ingin menjadi pihak yang segala perintahnya harus diikuti.
Bahkan, dia juga mengibaratkan sejumlah tokoh dalam lingkup Istana sebagai 'babi' yang mempunyai ambisi menikmati seluruh kemewahan yang diperolehnya.
"Kelihatannya (politik Indonesia) emang lagi berlangsung ke arah pengendalian opini, pemujaan pada 'Napoleon' (kekuasaan) yang disebut sebagai tokoh otoriter tuh, padahal dia seekor babi yang sebetulnya punya ambisi juga untuk menikmati seluruh kemewahan kebinatangan tuh," katanya.
Rocky Gerung juga mengungkapkan bahwa pernyataan Ngabalin terkait Fahri Hamzah yang menyebut nama 'Harmoko' dalam menanggapi insiden Wadas layak untuk diparodikan.
Filsuf kelahiran Manado itu mengungkapkan, hal tersebut perlu dilakukan untuk menunjukkan bahwa Istana tidak mampu berpikir secara matang dalam menyikapi insiden Wadas.
"Jadi soal-soal semacam ini, kita hanya bisa parodikan sebetulnya karena kita tahu bahwa ketidakmampuan berpikir dalam dan berpikir panjang itu menyebabkan reaksi-reaksi semacam Istana itu tuh," ujar dia.
Terakhir, Rocky Gerung juga menyebut Mahfud MD yang sempat mengeluarkan pernyataan kontroversial terkait insiden Wadas, hingga akhirnya meminta maaf karena menuai kritik dari banyak LSM.
"Semua orang tahu bahwa yang diterangkan Mahfud MD itu ngaco, karena itu seluruh LSM kasih kritik pada Pak Mahfud. Beliau juga akhirnya tahu bahwa dia salah," tuturnya. [Democrazy/kabes]