DEMOCRAZY.ID - Kasus ujaran kebencian Anggota DPR RI Fraksi PDIP Arteria Dahlan yaitu diduga menghina bahasa Sunda tak bisa diproses polisi ibarat surga milik sendiri.
Hal tersebut dikarenakan hak imunitas yang dimiliki oleh Arteria Dahlan karena merupakan anggota DPR.
Demikian disampaikan Peniliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus dalam keterangannya, Senin (7/2/2022).
“Dengan pasal imunitas itu, tidak ada batas benar atau salah, baik buruk bagi anggota DPR dalam menjalankan tugasnya. Semua bebas dilakukan bak surga punya mereka sendiri,” ujarnya.
Menurut Lucius, adanya pasal imunitas tersebut hanya untuk menutupi kesalahan anggota DPR.
Padahal, lanjut pria yang kerap mengkritik kebijakan DPR itu anggota dewan juga sering melakukan kesalahan.
“Tetapi karena adanya pasal imunitas, jadi anggota DPR tidak bisa disentuh hukum. Jadi pasal imunitas tameng yang merusak etika, karena harus melindungi prilaku busuk anggota,” ucapnya.
Untuk itu, tambah Lucius, karena pihak kepolisian sudah menyarahkan kasus tersebut kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
“MKD harus tegas memperoses kesalahan yang dilakukan Arteria Dahlan yaitu diduga telah mengihana bahasa Sunda,” pungkasnya.
Sebelummnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan mengatakan:
Bahwa kasus dugaan ujaran kebencian terhadap anggota Komisi III DPR dari PDIP Arteria Dahlan tidak memenuhi unsur tidak pidana.
Hal ini dikatakan Zulpan setelah Polda Metro Jaya melakukan gelar perkara secara bersama-sama dengan para ahli, termasuk juga memeriksa saksi.
Zulpan menjelaskan, alasan pihak kepolisian tak bisa memidanakannya karena adanya hak imunitas sebagai anggota DPR.
Hal itu merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau MD3.
Zulpan membeberkan, merujuk pada Pasal 1 UU MD3 tersebut, menyatakan anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan.
Itu karena pernyataan atau pendapat yang dikemukakan baik secara lisan ataupun tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.
Zulpan mengungkit pernyataan Arteria pada saat rapat dengar pendapat antara anggota Komisi III DPR dengan Kejaksaan Agung.
Kata dia, itu merupakan sebuah rapat resmi yang harus menggunakan bahasa resmi, yaitu bahasa Indonesia.
Hal ini merujuk pada Pasal 33 Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara. [Democrazy/dtk]