DEMOCRAZY.ID - Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera angkat bicara terkait syarat untuk melakukan jual beli tanah yang wajib melampirkan BPJS Kesehatan.
Menurut dia, semestinya ketentuan yang mewajibkan syarat BPJS Kesehatan untuk jual beli tanah itu dicabut.
Mardani menilai, ketentuan tersebut berbahaya karena memiliki niat yang baik tetapi dilaksanakan dengan cara yang buruk.
"Ini berbahaya, niat baik dengan cara yang buruk. Masing-masing mestinya bisa diselesaikan dengan cara yang baik," kata Mardani pada Jumat (18/2/2022).
Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, kebijakan baru ini merupakan bentuk pemaksaan agar masyarakat bergabung menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Padahal, Mardani berpendapat, optimalisasi kepesertaan BPJS Kesehatan dapat diatasi dengan melakukan sosialisasi yang baik, tanpa menyulitkan kebutuhan masyarakat lainnya termasuk jual beli tanah.
"Jangan sampai membuat proses jual beli tanah jadi terhambat karena urusan BPJS, karena BPJS bisa disosialisasikan dengan baik dan tepat, jangan dengan cara menyusahkan proses yang lain," ujar Mardani.
Sebelumnya diberitakan, Staf Khusus dan Juru Bicara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Teuku Taufiqulhadi menjelaskan bahwa terdapat syarat baru untuk jual beli tanah, yakni melampirkan BPJS Kesehatan.
Hal itu diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) nomor 1 tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Taufiq mengatakan, BPJS yang dilampirkan bisa dari berbagai kelas, baik kelas 1, kelas 2 maupun kelas 3. Aturan itu berlaku mulai 1 Maret 2022.
"Jadi harus melampirkan BPJS ketika membeli tanah. Baru keluar tahun ini Inpres-nya. Mulai diberlakukan sejak 1 Maret 2022," ungkap Taufiq, saat dihubungi, Jumat.
Taufiq menjelaskan, aturan itu dibuat dalam rangka optimalisasi BPJS kepada seluruh masyarakat Indonesia.
"Negara Indonesia meminta rakyatnya untuk diasuransi. Ini diminta untuk punya asuransi semuanya. Dalam rangka untuk optimalisasi BPJS kepada seluruh bangsa Indonesia," ujar Taufiq. [Democrazy/ktv]