EKBIS

Jeritan Buruh di DIY Soal JHT Bisa Cair Saat 56 Tahun: Jahat Banget!

DEMOCRAZY.ID
Maret 12, 2024
0 Komentar
Beranda
EKBIS
Jeritan Buruh di DIY Soal JHT Bisa Cair Saat 56 Tahun: Jahat Banget!

Jeritan Buruh di DIY Soal JHT Bisa Cair Saat 56 Tahun: Jahat Banget!

DEMOCRAZY.ID - Sejumlah buruh dari berbagai perusahaan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendatangi Disnakertrans DIY, Kamis (17/2). 


Mereka menyampaikan aspirasinya menolak Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT)


Dalam Permenaker tersebut dijelaskan bahwa JHT baru bisa dicairkan ketika peserta sudah usia 56 tahun. 


Di kantor Disnakertrans DIY tersebutlah, para buruh mencurahkan semua keresahannya.


Sularman salah seorang buruh dengan tegas menolak Permenaker yang menyengsarakan tersebut. 


Dia bahkan menyebut JHT bukan hanya singkatan dari "jahat" tetapi jahat banget.


"Itu (Permenaker) jahat banget bagi buruh. Karena untuk JHT uang kita, hak kita, kenapa pemerintah harus ngerusuhi," ujar Sularman.


Dia menjelaskan selama ini JHT menjadi harapan para buruh ketika tak lagi bekerja di perusahaan. 


Biasanya JHT akan menjadi modal untuk para buruh membuka usaha. Untuk kehidupan yang lebih baik.


"Kalau sampai 56 tahun apa dikata untuk kita," ujarnya.


Buruh dengan bayaran UMR yang rendah tentu akan kesulitan untuk menabung. 


Sementara tak jarang di tengah jalan mereka di-PHK atau tak diperpanjang kontrak oleh perusahaan.


Hal ini pula yang disoroti salah seorang buruh, Irwan Nurhadi. 


Dia menjelaskan ketika buruh di-PHK pada usia 40 tahun, maka dia akan kesulitan mencari kerja. 


Seharusnya JHT ini bisa menjadi harapan buruh untuk membuka usaha baru.


"Kalau semisal teman kita umur 40 di-PHK apakah harus nunggu 16 tahun lagi. Umur 40 susah mencari pekerjaan yang lain," katanya.


Sebagai pekerja swasta, Agung justru membandingkan BPJS Ketenagakerjaan dengan asuransi dari swasta. 


Menurutnya jika BPJS tidak mampu mengelola, lebih baik diserahkan pada swasta saja.


"Kalau swasta ikut monggo nggak ya boleh, tapi hasilnya baik. Ini kan (BPJS) setengah memaksa," katanya.


Pengalaman Agung di kantornya, asuransi swasta justru melayani jauh lebih baik. Selain pelayanan yang baik, uang juga bisa diambil kapan saja.


"Profesionalnya BPJS itu mana.Kalau nggak mampu ya dikelolakan saja ke swasta. Saya pagi berangkat panas-panas pulang malam bayari jenengan (BPJS) yang pakai batik," katanya.


"Kok mikir hari tua. Wong sekarang saja susah," tegasnya.


Ranto, salah seorang buruh di bidang retail mengatakan ketika Permenaker itu keluar, dia dan teman-temannya sangat terpukul. 


Bahkan banyak teman-temannya yang berpikir apakah uangnya di BPJS akan digunakan untuk hal lain seperti ibu kota baru.


"Teman-teman punya pikiran jelek kalau jangan-jangan uangnya buat IKN. Menimbulkan kecurigaan, menterinya tambah dosa kami karena kami jadi berprasangka," katanya. [Democrazy/dtk]

Penulis blog