DEMOCRAZY.ID - Huru hara di Desa Wadas masih menyisakan ketegangan antara warga dan aparat bersenjata.
Protes massa terhadap penambangan andesit yang direstui pemerintah setempat hingga kini masih berlangsung.
Tak lama setelah konflik itu meledak, warga Desa Wadas terpecah.
Mereka yang mendukung upaya eksploitasi alam itu bertemu dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan bercengkrama membahas pembayaran lahan.
Di sisi lain, warga yang tak terima lahannya dieksploitasi tetap melakukan perlawanan, meski kerap kali mereka terhalang oleh aksi represif aparat.
Terbelahnya warga Desa Wadas pertama kali diungkap oleh jurnalis Tempo Shinta Maharani.
Dia yang meliput ketegangan di salah satu Desa di Purworejo, Jawa Tengah itu melakukan kunjungan ke lokasi kejadian pada Kamis (10/2/2022).
Shinta Maharani menceritakan dirinya mendapat perlakuan intimidatif dari warga setempat yang pro terhadap upaya pengerukan batu andesit guna berlangsungnya proyek pembangunan Bendungan Bener.
Saat melakukan kunjungan, Shinta disambut dengan acungan jari dari dua orang yang tak dikenal tepat di hadapan mukanya.
Parahnya, dua orang tersebut menyerukan kalimat tudingan yang mengatakan kalau Media Tempo telah menyebarkan informasi bohong terkait konflik di Desa Wadas.
Shinta menceritakan awalnya ia mendapatkan tugas dari Majalah Tempo dan Koran Tempo untuk membuat laporan tentang konflik rencana pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo.
Shinta diminta mewawancarai para pendukung pertambangan batu andesit di Desa Wadas untuk keperluan Bendungan Bener.
"Ketika wawancara berlangsung dengan dua warga, tiba-tiba ada dua orang perempuan dan laki-laki nimbrung sambil marah-marah," tutur Shinta.
Wawancara yang dilakukan Shinta bertepatan saat kunjungan Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dengan warga Desa Wadas usai.
Shinta lantas bertemu dengan warga yang memang berencana menjual lahannya ke Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) selaku pengelola pertambangan.
Warga yang berkesempatan diwawancarai bernama Sabar dan Siti Rodiah.
Mengejutkan, saat proses wawancara, dua warga yang terdiri atas laki-laki dan perempuan serta-merta duduk di kursi mendengarkan proses wawancara.
Tanpa tedeng aling-aling, si perempuan itu melontarkan kalimat cemooh terhadap tempat Shinta bekerja.
Perempuan itu menuduh bahwa Tempo memproduksi berita bohong tentang konflik Desa Wadas.
"Bapak satunya ikut manas-manasin nyebut Tempo hoaks dan menudingkan jari ke arah wajah saya," ungkap Shinta.
Danang Yuri Iswanto yang menjadi rekan yang biasa mengantarkan Shinta tugas ke luar kota menceritakan kejadian tersebut berlangsung cepat.
Dia mengatajan kalau sejak awal dua warga itu menunjukkan sikap ketidaksukaan ketika mengetahui Shinta bertugas untuk Tempo.
"Menurut saya, setelah tahu mbak Shinta dari Tempo, itu mulai nggak enak, marah-marah," ujar Danang membenarkan pernyataan Shinta.
Peristiwa ancaman dari dua warga Desa Wadas yang disebut-sebut pro terhadap kasus tambang batu andesit tersebut sangat disayangkan oleh Redaktur Pelaksana Kompartemen Nasional Koran Tempo, Reza Maulana.
"Kami juga berupaya menggali keterangan dari warga yang pro kuari pertambangan, tapi karena situasi yang kurang kondusif, baru dapat kami lakukan hari ini," katanya. [Democrazy/poskota]