DEMOCRAZY.ID - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memberikan cap menteri terburuk kepada Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah. Ida dinilai tidak memiliki keberpihakan pada kaum buruh.
Terbitnya Permenaker Nomor 2 Tahun 2022, yang menetapkan pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) di usia 56 tahun, menambah daftar panjang kebijakan kontroversial Ida Fauziyah.
"Kami meminta ganti Menaker, tapi itu hak prerogatif Presiden. Menteri terburuk sepanjang republik ini adalah Menteri Tenaga Kerja," ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam virtual conference pada Selasa (15/2).
Said Iqbal memberikan cap tersebut atas dasar berbagai kebijakan yang dikeluarkan Ida Fauziyah. Mulai dari UU Cipta Kerja, kemudian PP Nomor 36 Tahun 2021 yang mengatur rata-rata kenaikan UMP sebesar 1,09 persen, hingga kebijakan teranyar soal JHT.
Berikut deretan kebijakan Ida Fauziyah yang dinilai merugikan buruh:
UU Cipta Kerja
Menaker Ida dinilai tak menyuarakan aspirasi buruh saat Omnibus Law UU Cipta Kerja dibuat.
Ada beberapa poin Undang-Undang sapu jagat yang ditolak serikat buruh.
Pertama, UU Cipta Kerja menghapus upah minimum kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK). Sedangkan KSPI menilai UMK tidak perlu diberikan syarat karena nilai UMK yang ditetapkan di setiap kota/kabupaten berbeda-beda.
Seharusnya, kata buruh, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional.
Kedua, pemangkasan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.
Ketiga, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang menyatakan tidak ada batas waktu kontrak atau kontrak seumur hidup.
Keempat, karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, yang menurut KSPI bakal menjadi masalah serius bagi buruh.
Sebab masih belum jelas nantinya siapa pihak yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing.
Kelima, jam kerja yang eksploitatif atau tanpa batas jelas dinilai merugikan fisik dan waktu para buruh.
Keenam, penghilangan hak cuti dan hak upah atas cuti. Protes ini juga disampaikan oleh Komisi Nasional (Komnas) Perempuan yang menyebut salah satu pasal di klaster ketenagakerjaan menyebutkan secara jelas bahwa perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk membayar upah buruh perempuan yang mengambil cuti haid secara penuh.
Ketujuh, terancam hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan karena adanya kontrak seumur hidup.
UMP Cuma Naik 1 Persen
Rata-rata kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 yang hanya 1 persen mendapat kecaman keras utamanya dari kalangan buruh.
Mereka menganggap kenaikan UMP itu hanya menguntungkan pengusaha dan membuat kelas buruh semakin menderita.
Terkait hal ini, Ida Fauziyah mengatakan bahwa penetapan kenaikan UMP 2022 tersebut sudah melalui prosedur dan sama sekali tidak ada niatan untuk merugikan kalangan buruh.
“Tidak ada sejengkal pun dalam diri saya menurunkan derajat perlindungan kepada pekerja kita, saya bukan milik pengusaha, saya juga harus ada di tengah, saya juga harus pertimbangkan bagaimana kesempatan kerja bagi pengangguran kita yang karena COVID-19 naik cukup tajam,” ujar Ida saat Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Senin (24/1).
Sebagai orang yang harus berada di tengah dan tidak memihak, Ida mengatakan bahwa tak hanya pekerja saja yang mengalami kesulitan.
Ia bercerita telah banyak mendapat keluhan dari pengusaha yang mengeluh sudah tak sanggup lagi membayar upah, juga banyak pengusaha yang mengeluh akan menutup bisnisnya.
Pada situasi itu, Ida mengatakan pengambilan keputusan harus dilakukan dengan adil. Baik bagi pengusaha maupun kelas pekerja atau buruh.
“Di ruangan ini saya bersaksi bahwa tidak ada sedikit pun dari saya berpikiran untuk tidak memberikan perlindungan kepada pekerja kita,” tegas Ida.
Ida melanjutkan, banyak sekali upaya yang sudah ia lakukan demi membantu pekerja yang kehilangan pendapatan dengan terus mendorong agar pemerintah mengalokasikan subsidi upah.
Yang menurutnya belum pernah ada sebelumnya bagaimana ada subsidi dari pemerintah untuk pekerja.
Atas upayanya itu, Ida sampaikan bahwa dirinya tidak perlu mendapat apresiasi.
JHT Cair di Usia 56 Tahun
Ida Fauziyah mengubah aturan pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua (JHT), jadi hanya bisa dicairkan pada saat peserta BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek yang berhenti bekerja maupun terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sudah berusia 56 tahun.
Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Dita Indah Sari mengatakan, saat ini BPJS mempunyai program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk korban PHK.
Sehingga, kata dia, pemberian manfaat JHT bisa digeser ke JKP.
“Keluhan teman-teman soal kenapa JHT gak bisa langsung diambil setelah PHK bisa dipahami. Namun faktanya sekarang kita punya program baru yaitu Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk korban PHK. Dulu JKP gak ada, maka wajar jika dulu teman-teman terPHK berharap sekali pada pencairan JHT,” tulis Dita pada akun Twitter pribadinya, Sabtu (12/2).
Dita, yang sebelumnya dikenal sebagai salah satu aktivis buruh itu menjelaskan, melalui program JKT ini peserta akan mendapatkan bantuan berupa uang tunai, pelatihan gratis hingga akses ke lowongan kerja lainnya.
“Karena sudah ada JKP dan pesangon, maka JHT digeser agar manfaat BPJS bisa tersebar. Karena ada kata ‘hari tua’. Ya sudah dikembalikan sebagai bantalan haru tua sesuai UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) 40/2004. Memang aslinya untuk itu,” jelasnya.
Dita mengaku, keputusan mengubah JHT ini tidak akan dilakukan jika tidak ada program JKP tersebut.
Karena ia sadar bahwa JHT sangat dibutuhkan bagi pekerja yang terkena PHK.
Namun saat ini sudah ada program JKP, sehingga peruntukan JHT dikembalikan untuk hari tua. [Democrazy/oke]