DEMOCRAZY.ID - Pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur disebutkan memunculkan potensi ancaman geostrategis baru.
Direktur Pertahanan dan Keamanan Kementerian PPN/Bappenas Bogat Widyatmoko mengatakan perspektif geostrategis ini mulai dari darat, laut, dan udara.
"Seperti lokasi ibu kota negara berdekatan dengan perbatasan darat ke Malaysia sepanjang 2.062 km, dan ini merupakan pintu untuk ancaman pertahanan dan gangguan keamanan," kata Bogat dalam Konsultasi Publik Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara di UPN Veteran Jakarta pekan lalu.
Dari sisi laut, lokasi IKN juga berhimpitan dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II dan choke point atau titik sempit dunia.
Sedangkan di udara, lokasi IKN mendekati Flight Information Region (FIR) milik negara tetangga, seperti Singapura, Kinabalu Malaysia, dan Manila Filipina.
"Dan unfortunately, ibu kota negara baru ada dalam radius jelajah ICBM (intercontinental ballistic missile) dan rudal hypersonic negara tertentu," papar dia.
Belum berhenti di situ, saat ini pulau Kalimantan merupakan lokasi dan jalur trans-nation crime, seperti penyelundupan orang, narkoba, dan sebagainya. IKN juga dengan terrorist transit triangle di Sulu, Sabah, dan Poso.
Terakhir, posisi ibu kota negara baru dikelilingi oleh aliansi-aliansi pertahanan, seperti The Five Power Defence Arrangements (FPDA) Malaysia, Aliansi AUKUS Australia, UK, dan USA, dan terdampak dari one belt one road atau OBOR BRI China.
Namun demikian, dia menegaskan kemungkinan terjadi perang terbuka sangat kecil sampai tahun 2045. Adapun kemungkinan yang terjadi justru konflik terbatas.
"Kami menyajikan ancaman pertahanan dan gangguan keamanan. Kemungkinan yang akan terjadi adalah serangan bersifat CBRNE (chemical, biological, radiological, and nuclear defence)." terang dia.
Untuk itu, saat ini perpindahan IKN ini dilengkapi dengan rancangan sistem pertahanan dan keamanan baru, sebagai antisipasi dari ancaman perang. [Demorazy/dtk]